Jakarta (ANTARA) - National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia Divhubinter Polri mengungkapkan, mantan CEO Investree Adrian Asharyanto Gunadi (AAG) memiliki izin tinggal di Doha, Qatar, sehingga proses pemulangannya ke Indonesia membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Kenapa lama? Alasannya karena yang bersangkutan memiliki permanen residen atau izin tinggal di Doha,” kata Sekretaris NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri Brigjen Pol. Untung Widyatmoko dalam wawancara cegat (doorstop) di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Jumat.
Berdasarkan pengakuan AAG, Untung mengatakan bahwa tersangka sudah mulai bolak-balik bepergian ke Qatar sejak 2023. Kemudian AAG kabur ke Qatar pada 14 Februari 2024 setelah ditetapkan sebagai buronan OJK.
“2024 Februari resmi dia kabur karena ditetapkan sebagai buronan OJK, tanggal 14 Februari 2024 pas hari valentine,” kata dia.
Untung mengatakan, NCB Interpol Indonesia tiba di Qatar pada Rabu (24/9). Selanjutnya tim berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri Qatar, Kepolisian Qatar, dan NCB Doha.
Baca juga: OJK pulangkan mantan CEO Investree Adrian Gunadi dari Qatar ke RI
Ia menegaskan bahwa proses penangkapan buronan di luar negeri tidak mudah dan membutuhkan koordinasi yang panjang. Hal ini mengingat adanya perbedaan sistem hukum antarnegara.
Jalur ekstradisi antar-pemerintah (G to G) sempat dipertimbangkan, namun proses tersebut dinilai memakan waktu terlalu lama sehingga dipilih pendekatan police to police (P to P).
Titik balik terjadi saat Konferensi Interpol Asia Regional di Singapura. Dalam pertemuan bilateral dengan otoritas Qatar, delegasi Indonesia yang dipimpin Sekretaris NCB Interpol berhasil memperoleh dukungan untuk mengamankan dan memulangkan tersangka.
“Jika kita menggunakan formal channel atau dengan ekstradisi tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, paling cepat 8 tahun. Sedangkan kalau kami menggunakan cara Police to Police Cooperation, Insya Allah bisa di-sort cut,” kata Untung.
Baca juga: OJK masih upayakan kepulangan eks CEO Investree agar diproses hukum
Tersangka AAG merupakan mantan Chief Executive Officer (CEO) PT Investree Radhika Jaya (Investree) yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai buronan internasional melalui Red Notice Interpol sejak November 2024.
AAG diketahui melarikan diri ke Qatar setelah dinilai tidak kooperatif dalam proses penyidikan oleh OJK.
Setelah melarikan diri, AAG justru menjabat sebagai CEO di JTA Investree Doha Consultancy. Hal ini sebagaimana tercantum dalam profil direksi pada halaman resmi JTA Investree Doha Consultancy.
Menurut OJK, tersangka melakukan penghimpunan dana masyarakat secara melanggar ketentuan perundang-undangan pada periode Januari 2022 hingga Maret 2024 mencapai setidaknya Rp2,7 triliun.
Baca juga: Menkum: Ekstradisi eks CEO Investree akan sama dengan Paulus Tannos
Tersangka diduga menggunakan PT Radhika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radhika Investama (PRI) sebagai special purpose vehicle untuk menghimpun dana ilegal dengan mengatasnamakan PT Investree Radhika Jaya (Investree). Dana tersebut kemudian digunakan antara lain untuk kepentingan pribadi.
Kini, AAG telah berada dalam tahanan OJK dan dititipkan di Rutan Bareskrim Polri untuk proses hukum lebih lanjut.
Penyidik OJK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI dalam menjerat tersangka dengan Pasal 46 jo Pasal 16 ayat (1) Bab IV Undang-Undang Perbankan, dan Pasal 305 ayat (1) jo Pasal 237 huruf (a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 10 tahun.
Adapun OJK sebelumnya juga telah melakukan pencabutan izin usaha Investree pada 21 Oktober 2024 karena tidak memenuhi ekuitas minimum dan sejumlah pelanggaran lainnya.
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.