Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto mengatakan fatwa pajak berkeadilan yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah.
“Sebenarnya yang ditanyakan itu PBB P2 (pajak bumi dan bangunan perkotaan dan perdesaan). Itu di (pemerintah) daerah,” kata Bimo saat dikonfirmasi wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Atas objek pajak tersebut, regulasi yang ada telah menetapkan bahwa wewenangnya dikelola oleh pemda, termasuk soal kebijakan, tarif, penaikan dasar, hingga pengenaan tarif pajak.
Sementara objek PBB yang menjadi wewenang DJP berkisar pada sektor kelautan, perikanan, pertambangan, dan kehutanan.
“Kami juga sudah diskusi dengan MUI sebelumnya. Jadi, nanti coba kami tabayyun (mencari kejelasan) dengan MUI,” ujarnya pula.
Sebelumnya, MUI menetapkan fatwa untuk pajak yang berkeadilan, sebagai respons tentang masalah sosial yang muncul akibat adanya kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dinilai tidak adil, sehingga meresahkan masyarakat.
Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam Munas XI MUI, di Jakarta, Minggu (23/11), mengatakan objek pajak dikenakan hanya kepada harta yang dapat digunakan untuk produktivitas dan/atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier.
"Jadi pungutan pajak terhadap sesuatu yang jadi kebutuhan pokok, seperti sembako dan rumah serta bumi yang kita huni, itu tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak," ujarnya lagi.
Hal itu, katanya pula, karena pada hakikatnya, pajak hanya dikenakan kepada warga negara yang memiliki kemampuan secara finansial.
“Kalau analog dengan kewajiban zakat, kemampuan finansial itu secara syariat minimal setara dengan nishab zakat mal yaitu 85 gram emas. Ini bisa jadi batas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak),” kata dia pula.
Oleh karena itu, MUI memberikan sejumlah rekomendasi, seperti peninjauan kembali terhadap beban perpajakan, terutama pajak progresif yang nilainya dirasakan terlalu besar.
Selain itu, pemerintah dan DPR dianggap berkewajiban mengevaluasi berbagai ketentuan perundang-undangan terkait dengan perpajakan yang tidak berkeadilan dan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.
Pemerintah juga dinilai wajib mengelola pajak dengan amanah dan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.
Baca juga: Ekonom: Pemda perlu kreatif cari cara tingkatkan penerimaan daerah
Baca juga: Mendagri imbau pemda evaluasi kembali kebijakan kenaikan PBB P2
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.








































