Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto mengatakan kebijakan tarif efektif rata-rata (TER) menyebabkan kontraksi penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi dan PPh 21.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan dari jenis pajak PPh OP dan PPh 21 tercatat sebesar Rp191,66 triliun atau turun 12,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Ada penurunan PPh orang pribadi dan PPh 21 akibat terdampak TER di awal tahun,” kata Bimo dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Senin.
Merespons laporan tersebut, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta DJP untuk merasionalisasikan kebijakan TER agar tak membuat penerimaan pajak terus terkontraksi.
Bimo pun menyatakan akan kembali meninjau data dan melakukan normalisasi perhitungan TER. Di samping itu, Bimo juga akan mempelajari realokasi deposit per jenis pajak.
Sebagai informasi, kebijakan TER yang telah diterapkan sejak Januari 2024 dirumuskan dengan desain yang menyederhanakan penghitungan pajak bila dibandingkan dengan tarif progresif Pasal 17 Undang-Undang PPh. Namun, penerapan tarif TER kerap menimbulkan lebih bayar, sehingga otoritas pajak perlu melakukan restitusi kepada wajib pajak.
Adapun penerimaan pajak per Oktober 2025 secara umum tercatat melambat bila dibandingkan dengan tren tahun lalu.
Realisasi penerimaan pajak neto mencapai Rp1.459,03 triliun per Oktober 2025 atau setara 70,2 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Bila ditinjau per jenis pajak, penerimaan PPh badan tercatat senilai Rp237,56 triliun, atau terkoreksi 9,6 persen year on year (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Lalu, PPh orang pribadi dan PPh 21 tercatat senilai Rp191,66 triliun, atau terkoreksi 12,8 persen (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Kemudian, PPh final, PPh 22 dan PPh 26 tercatat senilai Rp275,57 triliun, atau terkoreksi 0,1 persen (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Selanjutnya, penerimaan PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tercatat senilai Rp556,61 triliun, atau terkoreksi 10,3 persen (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Adapun penerimaan pajak lainnya tercatat senilai Rp197,61 triliun.
Menurut Bimo, salah satu faktor melambatnya penerimaan pajak tahun ini adalah lonjakan restitusi atau pengembalian pajak yang mencapai 36,4 persen.
Secara nilai, restitusi pajak tercatat sebesar Rp340,52 triliun, salah satunya berasal dari penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan Rp93,80 triliun. Nilai ini tumbuh 80 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Kemudian, dari pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri sebesar Rp238,86 triliun yang tumbuh 23,9 persen serta jenis pajak lainnya Rp7,87 triliun atau naik 65,7 persen.
Namun, meski restitusi menyebabkan perlambatan penerimaan pajak, Bimo memastikan pengembalian pajak ini berdampak positif lantaran bisa menggeliatkan gerak perekonomian.
Baca juga: DJP jelaskan soal PPh 21 untuk THR dengan skema TER
Baca juga: DJP: Tidak ada pemeriksaan lebih bayar dengan pajak TER
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.








































