Jakarta (ANTARA) - NEXT Indonesia Center mengimbau para pemangku kepentingan untuk terus memburu para penunggak pajak dan para pengusaha curang di Indonesia.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah mengambil langkah untuk memburu 200 penunggak pajak besar yang memiliki nilai tunggakan mencapai Rp60 triliun.
Peneliti NEXT Indonesia Center Sandy Pramuji dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu, mengatakan langkah itu memberikan sinyal positif penegakan hukum di bidang perpajakan, dan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak sekaligus menambah penerimaan negara.
“Tapi, penegakan pajak tersebut dijalankan secara konsisten, adil, dan tanpa pandang bulu terhadap semua wajib pajak. Jangan sampai ada pilih kasih. Dengan tidak adanya diskriminasi dalam penindakan, kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan dapat terjaga,” ujar Sandy.
Sandy mengingatkan bahwa ada kebocoran penerimaan negara yang tidak kalah besar melalui praktik curang dalam pencatatan ekspor-impor atau trade misinvoicing.
Trade misinvoicing merupakan perbedaan catatan nilai komoditas antara negara yang mengekspor dengan negara yang mengimpor komoditas tersebut.
Ada dua jenis misinvoicing yaitu under- invoicing (volume atau nilai ekspor yang dicatat di Indonesia lebih rendah dibandingkan catatan negara mitra dagang), serta over- invoicing (catatan di Indonesia lebih tinggi dibandingkan catatan negara mitra).
"Kedua bentuk kecurangan ekspor dan impor ini jelas merugikan keuangan negara dan merusak integritas sistem perdagangan," ujar Sandy.
NEXT Indonesia telah menelusuri data ekspor- impor Indonesia dengan negara mitra selama periode 2014-2023 dan menemukan nilai potensi misinvoicing yang mengejutkan.
Total nilai misinvoicing ekspor Indonesia ke negara mitra mencapai 654,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) selama satu dekade tersebut. Sementara, nilai potensi misinvoicing impor dari negara mitra mencapai 720 miliar dolar AS.
Secara total, potensi nilai misinvoicing ekspor dan impor Indonesia selama 10 tahun tersebut sebesar 1.374,5 miliar dolar AS, atau sekitar Rp21.992 triliun
Dengan demikian, Ia menjelaskan setiap tahun terdapat dana gelap sekitar Rp2.200 triliun yang lolos dari bea dan pajak, atau menyelinap pergi ke luar negeri.
“Ini adalah potensi nilai perdagangan yang gelap yang sebagian besar merupakan indikasi keuntungan perusahaan yang tidak dilaporkan atau penghindaran kewajiban fiskal yang seharusnya masuk ke kas negara,” ujar Sandy.
Lebih lanjut, Sandy menjelaskan terkait selisih data ekspor-impor yang timbul akibat under- invoicing maupun over-invoicing, yang merupakan potensi pendapatan negara yang hilang.
Pada umumnya, Ia mengatakan perbedaan ini terjadi karena adanya upaya menghindari pajak dan cukai, mencuci uang hasil kejahatan, hingga menyembunyikan keuntungan di luar negeri.
"Pemerintah harus serius menggali potensi pendapatan yang hilang ini sehingga tidak perlu selalu menaikkan tarif pajak di dalam negeri. Apalagi, manipulasi pencatatan ekspor tersebut merupakan tindakan kejahatan keuangan," ujar Sandy.
Sandy mengingatkan, pemberantasan praktik illicit financial flow melalui trade misinvoicing bisa mendatangkan penambahan penerimaan negara yang signifikan, bahkan melampaui angka Rp60 triliun yang sedang dikejar dari 200 entitas pengemplang pajak.
"Bahkan, jika sebagian dari dana gelap itu saja yang terungkap dan dikenakan pajak sesuai aturan, tambahan pemasukan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan sangat besar," ujar Sandy.
Lebih lanjut, Ia mengatakan upaya menutup celah trade misinvoicing ini juga berdampak jangka panjang, yaitu meningkatkan kemandirian fiskal, mencegah capital flight, serta memastikan kekayaan dari ekspor sumber daya Indonesia benar-benar kembali ke Tanah Air untuk kemakmuran rakyat.
Sehingga, menurutnya, pemerintah harus menindak tegas segala bentuk penghindaran kewajiban fiskal, baik yang terjadi di dalam negeri maupun melalui celah perdagangan lintas negara.
"Pengemplang pajak dan pelaku manipulasi perdagangan harus sama-sama diperlakukan adil di mata hukum, tanpa pandang bulu," kata Sandy.
Kemudian, dukungan terhadap penegakan hukum pajak harus dibarengi dengan keseriusan memberantas praktik trade misinvoicing di sektor ekspor-impor.
"Kami percaya, dengan langkah tegas dan konsisten terhadap seluruh pelanggaran perpajakan tersebut, Indonesia dapat meningkatkan penerimaan negara secara signifikan sekaligus memperkuat keadilan ekonomi bagi seluruh lapisan masyarakat," ujar Sandy.
Baca juga: Purbaya kejar Rp60 triliun dari 200 penunggak pajak besar
Baca juga: Purbaya: 84 penunggak pajak sudah bayar Rp5,1 triliun
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.