Tubuh, Tari, dan Teori: Pergulatan antara Praktik dan Interpretasi

2 days ago 7
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Pertunjukan tari oleh Sanggar Seni Laut Biru Polewali Mandar di GIK. Foto: Indonesia Karya

Sarasehan bertajuk "Diskusi Seni: Interpretasi, Refleksi, Transformasi Tari Cangget dalam Praktik Penciptaan Seniman dan Komunitas Tari di Lampung Utara" pada 21 September 2025 lalu menyisakan ingatan yang menarik untuk direnungkan kembali: memperbincangkan tari sebagai laku seni.

Sesungguhnya, perdebatan tentang hakikat tari telah lama hadir. Apakah tari mesti dipahami sebagai laku, yakni gerak tubuh yang dijalani dan dihidupi; atau sebagai teori, yaitu kerangka konseptual yang menafsirkan dan menjelaskan tari? Pertanyaan ini terdengar sederhana, tetapi implikasinya sangat luas: ia menyentuh cara kita memandang seni, tubuh, bahkan pengetahuan itu sendiri.

Di satu sisi, bagi para praktisi, tari pada dasarnya adalah laku. Tari hidup dalam tubuh penari, bukan catatan di atas kertas atau rangkaian kata yang dilisankan. Namun, pada sisi lain, bagi para teoretikus—tanpa kerangka konseptual—tari berisiko hilang bersama para pelakunya.

Pada situasi ataupun wilayah semacam itulah perguruan tinggi perlu memainkan perannya, dengan menegaskan pada pemahaman bahwa tari adalah pengetahuan ganda: laku sekaligus teori. Dalam hal ini, Filsuf Maurice Merleau-Ponty mengatakan bahwa tubuh bukan sekadar objek biologis, melainkan media kita untuk mengalami dunia "the body is our general medium for having a world" (Merleau-Ponty, 1962: 129). Dengan demikian, penari tidak hanya "menjalankan" gerakan, tetapi menghadirkan dunia melalui tubuhnya. Di sinilah tari menjadi pengalaman yang tak sepenuhnya bisa dituliskan atau diwicarakan: ia adalah embodied knowledge, sebuah pengetahuan yang hanya bisa dimengerti jika dilaksanakan.

Ilustrasi seorang pria sedang menjelaskan materi tari dalam sebuah acara diskusi (Sumber Foto: Dok. Pribadi)

Teori memungkinkan tari ditafsirkan, diarsipkan, dan diwariskan lintas generasi. Ia membuka jalan bagi kritik sosial, analisis budaya, bahkan refleksi filosofis. Tari, dalam pandangan ini, bukan hanya ekspresi tubuh, melainkan juga teks budaya yang sarat makna: tentang identitas, gender, kekuasaan, hingga politik. Tari tak ubahnya sebuah teks yang mungkin dibaca, diinterpretasi, dan dianalisis. Irama gerak tubuh penari adalah "tanda" dalam sistem representasi; artinya identitas, gaya, kekuasaan, dan sejarah semua tecermin di dalamnya.

Seolah hendak menegaskan, Susan Leigh Foster menyebut bahwa hakikat tarian yakni "to show the body's capacity to both speak and be spoken through in many different languages" (Foster, 1986: 188). Tubuh dalam tari tidak pernah netral; ia sekaligus menjadi subjek yang aktif dan objek yang pasif dalam produksi makna. Tubuh dapat "berbicara" melalui gerak, gestur, dan ekspresi, sehingga menghadirkan bahasa yang tak selalu hadir dalam kata-kata, tetapi pada saat yang sama tubuh juga "dibicarakan" oleh beragam wacana sosial, budaya, politik, dan historis yang melekat padanya.

Dengan demikian, tubuh penari berfungsi sebagai teks ganda: ia mengartikulasikan pengalaman dan identitas, sekaligus menjadi media tempat norma dan ideologi bekerja. Dalam kerangka ini, tari bukan hanya pertunjukan estetik, melainkan ruang di mana tubuh bernegosiasi dengan banyak bahasa dan makna, sehingga teori menjadi penting agar lapisan-lapisan simbolik tersebut dapat ditafsirkan, diarsipkan, dan diwariskan lintas generasi.

Pada akhirnya, tari hendaknya dipahami sebagai pengetahuan ganda: laku yang dihidupi tubuh sekaligus teori yang menafsirkannya. Perguruan tinggi dalam hal ini berperan penting bukan hanya sebagai ruang pelestarian praktik tari, melainkan juga sebagai laboratorium intelektual yang menafsirkan, mengarsipkan, dan mengembangkan wacana tentang tubuh serta makna yang dikandungnya. Melalui sinergi antara praktik dan teori, perguruan tinggi dapat memastikan bahwa tari tidak berhenti pada panggung pertunjukan semata, melainkan menjadi pengetahuan yang hidup, kritis, dan relevan lintas generasi.

Read Entire Article