Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) kompak menaikkan suku bunga deposito valuta asing (valas) dalam USD ke level 4 persen. Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menilai kenaikan suku bunga tersebut dalam deposito dolar dinilai relatif tinggi karena berada di atas rata-rata bunga simpanan rupiah yang pada Agustus 2025 sudah turun ke sekitar 3,07 persen.
Josua memaparkan, dalam beberapa bulan terakhir, biaya dana rupiah memang menurun mengikuti pelonggaran kebijakan moneter, sehingga penawaran 4 Persen untuk simpanan dolar dipandang cukup agresif dalam upaya menarik dana valas.
“Dampak positifnya bertambahnya pasokan dolar di sistem perbankan domestik. Dengan imbal hasil 4 persen, eksportir dan korporasi berpotensi lebih memilih menyimpan dolar di bank dalam negeri ketimbang di luar negeri,” kata Josua saat dihubungi kumparan, Sabtu (27/9).
Sejalan dengan harapan pemerintah, Josua berharap tambahan dana tersebut diharapkan dapat memperkuat cadangan devisa, memperlancar ketersediaan dolar untuk kebutuhan impor maupun pembiayaan proyek, serta memberi penopang tambahan bagi rupiah ketika menghadapi tekanan.
“Kebijakan ini juga bisa memperkuat bantalan likuiditas sistem keuangan pada saat likuiditas dasar perekonomian memang sedang ditopang oleh kenaikan aset luar negeri bersih,” lanjut Josua.
Ia menjelaskan, basis uang yang tersesuaikan tercatat naik seiring bertambahnya cadangan devisa, sehingga masih terdapat ruang untuk memperkuat likuiditas valas di perbankan tanpa mengganggu stabilitas moneter.
Meski demikian, Josua juga mengingatkan sejumlah risiko yang perlu dicermati. Pertama, selisih bunga yang kini lebih menarik untuk dolar bisa mendorong pergeseran simpanan dari rupiah ke valas. Hal ini berpotensi menahan penurunan biaya dana rupiah yang sebelumnya sudah terlihat, sehingga memperlambat transmisi pelonggaran kebijakan moneter ke suku bunga kredit rupiah.
“Kedua, biaya dana valas bank tentu naik. Kenaikan harga dana dolar berisiko menekankan margin lebih jauh jika suku bunga kredit valas tidak disesuaikan secepat kenaikan bunga simpanan,” kata Josua.
Kebijakan ini, menurutnya, dapat dibaca sebagai sinyal adanya tekanan cukup nyata terhadap rupiah. Meski suku bunga deposito dolar tinggi dimaksudkan untuk stabilisasi, langkah tersebut juga berpotensi memperkuat narasi kehati-hatian investor.
Pengamat Perbankan & Praktisi Sistem Pembayaran, Ariano Muditomo, mengingatkan bahwa jika bunga yang ditawarkan melebihi tingkat penjaminan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), risiko stabilitas bisa meningkat karena dana besar.
“Dana besar bersifat hot money dan sewaktu-waktu bisa keluar, sehingga menimbulkan tekanan likuiditas ketika ada gejolak,” kata Arianto.
Ia pun juga menilai efektivitas kebijakan menaikkan bunga deposito valas untuk menarik minat investor asing harus ditimbang dengan batas LPS. Selama bank masih menetapkan bunga dalam koridor yang dijamin, strategi ini dianggap cukup aman untuk meningkatkan daya tarik tanpa mengorbankan kepercayaan.
“Sebaliknya jika mel...