Fanatisme adalah musuh utama berpikir sehat. Sayangnya, dalam konteks keagamaan, fanatisme seringkali menyelinap masuk dalam bentuk penghambaan buta terhadap mazhab tertentu. Di tengah hiruk pikuk media sosial, kita menyaksikan bagaimana perdebatan sepele soal qunut subuh atau jumlah rakaat tarawih bisa berujung pada saling bid'ah dan bahkan saling kafir. Inilah ironi terbesar: ajaran yang seharusnya mempersatukan, kini terpecah oleh klaim kebenaran tunggal dari payung mazhab.
Esensi dan Fungsi Mazhab yang Sesunguhnya
Mazhab (seperti Syafi'i, Hanafi, Maliki, Hanbali) pada hakikatnya adalah metodologi atau panduan untuk memahami hukum Islam (Fiqih) yang sangat luas. Para mujtahid pendiri mazhab tidak pernah mengklaim diri mereka sebagai satu-satunya yang benar. Mereka berijtihad, mengerahkan akal dan ilmu, untuk memberikan solusi hukum pada masanya. Perbedaan di antara mereka adalah rahmat (keluasan) bagi umat. Namun, fanatisme telah mengubah fungsi ini. Mazhab, yang seharusnya menjadi peta, kini dijadikan sebagai tembok yang membatasi.
Bahaya dan Manifestasi Fanatisme Kontemporer
Bahaya fanatisme mazhab kini sangat nyata, terutama di ruang digital:
Eksklusivitas: Munculnya kelompok yang merasa ibadah mereka paling "syar'i" dan yang lain sesat atau bid'ah. Ini merusak ukhuwah (persaudaraan Islam).
Stagnasi Berpikir: Menolak ijtihad atau solusi hukum baru untuk masalah kontemporer (seperti fintech, transplantasi organ, atau isu lingkungan) hanya karena tidak ada dalam kitab klasik mazhab yang diyakininya.
Perpecahan Sosial: Perbedaan kecil dalam tata cara ibadah dijadikan alasan untuk memutuskan silaturahmi, bahkan dalam skala komunitas dan keluarga.
Solusi dan Sikap yang Dibutuhkan
Umat Islam saat ini harus kembali pada prinsip dasar: Mazhab adalah alat, bukan tujuan. Untuk melawan bahaya fanatisme ini, dibutuhkan dua sikap utama:
Tawassuth (Moderat): Mengambil sikap tengah. Menghormati dan mengikuti mazhab yang diyakini, namun menghargai mazhab lain sebagai sesama produk ijtihad yang sah.
Tasamuh (Toleransi): Memahami bahwa ikhtilaf (perbedaan pendapat) dalam Fiqih adalah keniscayaan. Kita harus lebih fokus pada ushul (pokok-pokok ajaran) yang disepakati, daripada berdebat mengenai furu' (cabang-cabang).
Fanatisme mazhab adalah bahaya terbesar karena ia menyerang dari dalam, merusak persatuan, dan menghambat kemajuan umat. Sudah saatnya kita menempatkan Mazhab sesuai porsinya: sebagai warisan intelektual yang kaya, bukan sebagai penjara dogma yang memisahkan kita dari saudara seiman. Jadikan Mazhab sebagai inspirasi keluasan berpikir, bukan alasan untuk saling menunjuk kesalahan.

10 hours ago
5







































