Blood Moon atau Gerhana Bulan Total bukan sekadar momen langit berubah warna jadi merah dramatis. Bagi sebagian orang, ini bisa jadi pertanda buruk, mitos kuno, atau bahkan ritual supranatural. Tapi bagi umat Islam, khususnya di Indonesia, Blood Moon punya makna yang lebih dalam: tanda kebesaran Allah.
Bukan panik yang muncul, tapi justru kekhusyukan — ditambah semangat untuk merenung dan beribadah. Islam tidak menolak ilmu pengetahuan. Bahkan, pendekatan terhadap gerhana ini justru menggabungkan antara akal dan hati, antara rasionalitas ilmiah dan spiritualitas transendental.
Blood Moon: Fenomena Langit yang Bisa Dijelaskan
Secara astronomi, Blood Moon terjadi ketika bumi berada tepat di antara matahari dan bulan, dan bayangan bumi menutup permukaan bulan. Warna merah muncul karena cahaya matahari yang melewati atmosfer bumi dibiaskan — itulah yang membuat bulan terlihat seperti berdarah.
Fenomena ini jadi momen langka yang juga bermanfaat bagi ilmuwan untuk mengamati atmosfer bumi, sekaligus jadi ajang edukasi publik soal astronomi. Tapi dalam Islam, ini bukan sekadar pengetahuan teknis — ada makna batiniah yang menyertainya.
Islam dan Gerhana: Bukan Panik, tapi Ibadah
Dalam Islam, Blood Moon bukanlah pertanda kematian atau musibah. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang…”
Respons umat Islam atas Blood Moon menyatukan penghambaan, ilmu, dan solidaritas sosial. Inilah bentuk penghayatan spiritual yang dibarengi kesadaran kosmik.
Salat sunah dua rakaat saat gerhana. Biasanya dilakukan berjemaah, disertai khotbah yang berisi tafsir keagamaan dan penjelasan ilmiah. Suasana masjid menjadi tenang dan reflektif.
Gerhana jadi momen muhasabah, memperbanyak zikir dan memohon ampunan. Sebuah cara untuk kembali menyadari keterbatasan diri di hadapan kebesaran langit.
Banyak masjid memadukan tafsir ayat-ayat gerhana dengan penjelasan astronomi. Ini menunjukkan bahwa Islam mendukung ilmu, bukan bertentangan dengannya.
Ulama menganjurkan untuk memperbanyak sedekah saat gerhana. Bukan hanya beribadah secara vertikal, tapi juga menunjukkan kesalehan sosial kepada sesama.
Ilmu dan Iman Bisa Jalan Bareng
Pandangan Islam terhadap gerhana bulan menunjukkan bahwa iman dan ilmu pengetahuan bisa berjalan berdampingan.
Rasionalitas Ilmiah Islam memotivasi pemahaman ilmiah atas alam. Orbit, gravitasi, dan gerak langit adalah bentuk tadabbur (perenungan ciptaan).
Spiritualitas Transendental Gerhana adalah ajakan untuk merenung, beribadah, dan menyadari bahwa alam tunduk pada kehendak Tuhan.
Kasus Indonesia: Islam, Adat, dan Modernitas Hidup Berdampingan