Di usia 22 tahun, Sandi Pamungkas sudah menorehkan prestasi luar biasa. Anak muda asal Indonesia ini berhasil membangun startup di bidang peternakan bernama PT MooApps Agriculture Technology (MooApps).
Berbasis di Purwakarta dengan kantor pusat di Jakarta, MooApps menawarkan teknologi deteksi penyakit pada hewan ternak dengan memanfaatkan sensor yang ditempelkan atau disuntikkan ke tubuh hewan.
Lewat teknologi ini, kondisi kesehatan ternak bisa dipantau secara real time. Sensor MooApps mampu mendeteksi penyakit dalam, seperti tekanan darah abnormal, detak jantung tidak stabil, hingga gejala vital lain yang sulit terdeteksi kasat mata.
“Jadi seperti penyakit dalam hewan-hewan ternak, kita pakai sensor tekanan darah, denyut nadi, detak jantung. Jadi apa pun penyakit yang menyerang titik vital tersebut akan terdeteksi,” ujar Sandi Pamungkas, Founder dan CEO MooApps di Fullerton Hotel Singapura, Selasa (30/9).
Meski masih tahap awal, MooApps sudah merambah pasar internasional. Selain Indonesia, teknologinya dipakai di Malaysia dan Taiwan, bahkan bersiap ekspansi ke Singapura. Model bisnisnya berbasis B2B, di mana perusahaan peternakan dapat meminjam perangkat untuk memantau kesehatan ternak.
Di Purwakarta, MooApps digunakan di 15 peternakan dengan sekitar 50 ekor sapi, kambing, dan domba. Sistem bisnisnya berbasis pinjaman alat dengan biaya sekitar Rp 5 juta per bulan untuk 10–15 sapi. Saat ini MooApps sudah mengelola sekitar 50 ekor sapi di Indonesia dan baru melakukan ekspansi ke Natuna, Kepulauan Riau.
Tidak banyak startup tahap awal yang sudah untung, tetapi MooApps menjadi pengecualian. Sandi mengungkapkan bisnisnya kini meraup laba bersih sekitar USD 5.000 atau Rp 83,3 juta per bulan (kurs Rp 16.669).
MooApps memiliki dua produk unggulan: sensor suntik ke pembuluh darah seharga Rp 350.000 per unit, serta sensor tempel Rp 2 juta yang paling banyak digunakan. Pemantauan dilakukan lewat aplikasi MooApps atau website yang terhubung ke layar monitor di peternakan.
Ketertarikan Sandi membangun MooApps berangkat dari latar belakang keluarganya yang juga berbisnis peternakan. Ia melihat sektor agriculture technology di Indonesia masih minim pesaing.
“Menurut saya, sekarang orang-orang tidak hanya fokus pada manusia saja, tetapi harus ada yang terjun ke teknologi pertanian juga. Dan banyak anak muda kurang tertarik dengan sektor ini,” tuturnya.
Startup Lain: Qarbotech Andalkan Nanoteknologi untuk Pertanian
Selain MooApps, inovasi juga datang dari Qarbotech, startup asal Malaysia yang di Indonesia dipimpin Erlambang Ajidarma. Qarbotech fokus pada nanomaterial untuk meningkatkan hasil panen.
Produknya berbasis biochar, limbah pertanian yang diolah jadi arang berstruktur khusus. Ketika diaplikasikan ke daun tanaman, hasil panen padi bisa naik 30 persen, dari 5 ton per hektare menjadi 6 ton.
Selain padi, teknologi Qarbotech diuji pada cabai, nanas, kacang-kacangan, hingga tembakau. Hasilnya kualitas meningkat, bahkan kadar nikotin tembakau naik 15 persen.
Namun regulasi di Indonesia menjadi kendala. Jika di Malaysia produk berbasis inovasi universitas bisa langsung masuk pasar, di Indonesia registrasi di Kementan bisa makan waktu setahun.