Ruang digital akhir-akhir ini seolah menciptakan standar hubungan yang sering kali tidak realistis dan tanpa sadar membuat kita mempertanyakan hubungan sendiri. Setiap kali membuka Instagram misalnya, kita disuguhi pasangan yang kelihatannya punya kehidupan sempurna: bisa liburan berdua ke luar negeri, dapat hadiah-hadiah kejutan, hingga ucapan ulang tahun yang ditulis seindah puisi.
Semuanya tampak indah dan effortless. Lalu kita mulai berpikir, “Kenapa hubunganku nggak seperti itu, ya?” Padahal, yang terlihat di layar hanyalah potongan kecil dari kehidupan seseorang, bukan keseluruhannya.
Dalam podcast berjudul "Baggage Check: Mental Health Talk and Advice", psikolog hubungan dan profesor Universitas Georgetown Andrea Bonior mengatakan media sosial kini jadi ruang ekspresi kasih sayang sekaligus sumber kecemasan.
“Media sosial membuat kita membandingkan highlight reel hidup orang lain dengan behind the scenes versi kita sendiri,” ujar Andrea.
Ia menambahkan, hal ini bisa membuat banyak orang merasa tidak cukup bahagia atau tidak cukup dicintai, padahal kenyataannya mereka hanya melihat sisi terbaik yang ingin ditampilkan orang lain.
Kondisi ini membuat hubungan yang dulu tumbuh dari komunikasi jujur kini bergeser jadi ajang pengawasan digital, postingan siapa yang disukai, unggahan siapa yang dikomentari, dan siapa yang tiba-tiba muncul di “following”. Hal-hal kecil seperti ini bisa memicu rasa cemburu dan tidak aman, bahkan ketika tak ada hal yang salah.
Masalahnya, dunia digital membuat kita terbiasa mengukur validasi dari reaksi orang lain. Begitu juga dalam hubungan. Kita ingin pasangan yang bisa menampilkan rasa cinta di depan publik, padahal cinta yang sesungguhnya sering kali terjadi di ruang yang tenang, tanpa kamera, tanpa penonton. Kita lupa bahwa hubungan bukan kompetisi untuk terlihat paling bahagia, tapi perjalanan dua orang yang belajar tumbuh bersama, meski tak selalu sempurna.
Pada akhirnya, media sosial bukan musuh dalam hubungan. Ia bisa jadi alat yang mempererat, selama kita tidak menjadikannya tolok ukur kebahagiaan. Hubungan yang sehat adalah seberapa sering kita benar-benar hadir untuk satu sama lain di kehidupan nyata.

1 month ago
14






































