Sejak awal Attack on Titan, Eren Yeager tampil sebagai sosok yang penuh semangat. Ia adalah anak biasa yang kehilangan ibunya akibat Titan, lalu bersumpah menghabisi semua Titan dan menuntut kebebasan.
Keberaniannya menginspirasi banyak orang. Eren adalah lambang harapan. Namun siapa sangka perjalanan panjang Eren justru membawanya ke titik paling gelap dalam sejarah umat manusia. Ia berubah dari korban menjadi pelaku, dari penyelamat menjadi ancaman terbesar.
Perubahan drastis ini menyimpan pesan yang sangat kuat: kekuasaan bisa merusak siapa pun — bahkan orang yang awalnya punya niat baik.
Filsuf Inggris, Lord Acton, pernah mengingatkan dunia:
1. Kekuatan Terlalu Besar yang Tak Bisa Dikendalikan
Saat Eren memperoleh Founding Titan, segalanya berubah. Ia bukan lagi sekadar prajurit yang berjuang untuk hidup bebas. Ia menjadi sosok yang memegang kendali penuh atas nasib dunia.
Dengan kekuatan itu, ia bisa mengendalikan jutaan Titan Kolosal yang tertidur di dalam tembok — kekuatan penghancur berlevel dewa. Eren melihat dunia luar yang membenci bangsa Eldia sebagai ancaman yang harus dihapus. Dan ia memutuskan jalan ekstrem: The Rumbling.
Jutaan Titan berjalan melindas kota, benua, dan manusia tak bersalah. Eren tidak ragu karena ia yakin itu satu-satunya cara menyelamatkan bangsanya. Di sini kita melihat bagaimana niat mulia bisa berubah brutal ketika kekuasaan masuk ke tangan yang salah.
Atau lebih tepatnya, ketika seseorang membawa luka masa lalu yang dalam.
2. Pahlawan? Korban? Diktator?
Eren selalu ingin kebebasan. Tapi ia mulai percaya bahwa hanya dirinya yang tahu arti kebebasan itu. Ia menutup telinga dari pendapat orang lain—termasuk sahabat-sahabatnya sendiri.
Bagi pendukung Eldia, Eren adalah pahlawan yang rela menjadi jahat demi menyelamatkan bangsanya. Bagi dunia luar, Eren adalah monster yang tak beda dari Titan yang dulu ia benci.
Jawabannya mungkin: dua-duanya.
• Pahlawan bagi sebagian orang
• Penjahat bagi sebagian lain
• Dan korban sejarah bagi dirinya sendiri
Transformasi ini membuat penonton bertanya: kalau kita berada pada posisi Eren, apakah kita akan mengambil keputusan yang sama
Attack on Titan memaksa kita untuk menatap sisi gelap manusia— termasuk diri kita sendiri.
3. Lord Acton dan Cermin Bagi Masa Kini
Peringatan Lord Acton bukan hanya teori filsafat. Sejarah dunia sudah berkali-kali membuktikannya: ketika seseorang memegang kekuasaan tanpa batas, ia akan percaya dirinya selalu benar.
Eren pada akhirnya berhenti melihat manusia sebagai manusia. Ia melihat angka. Ia melihat ancaman. Ia melihat musuh.
Ketika empati hilang, kekuasaan berubah menjadi tirani. Dan tirani selalu lahir dari rasa takut dan trauma yang tidak pernah disembuhkan.

3 weeks ago
14






































