Ishak Asihin, berjalan pelan dengan kruknya, menghampiri satu-persatu stan perusahaan yang membuka lowongan kerja. Sesekali, pria 46 tahun ini dibantu sang istri mencermati informasi di stan-stan tersebut.
Beberapa kali ia juga bicara dengan para penjaga stan.
“Peluangnya masih ada harapan ya,” katanya pelan saat ditemui kumparan di Job Fair dan Upskilling Disabilitas di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Senin (3/11).
“Output-nya belum ketahuan nih, apakah sesuai dengan konsepnya atau tidak. Tapi semoga sesuai dengan apa yang diinginkan," kata Ishak.
Ishak adalah satu dari sekian banyak penyandang disabilitas yang datang mencari peluang kerja di acara siang ini. Ia bercerita pernah bekerja sebagai staf administrasi di sebuah kampus, sebelum pandemi COVID-19 memaksanya berhenti.
Kini, ia mengisi hari-harinya dengan berdagang di rumah, sambil terus mencari peluang kerja yang lebih stabil.
Selama bekerja di kampus dulu, Ishak tak pernah mengalami kendala berarti.
“Aksesnya terjangkau untuk penyandang disabilitas, masyarakat kampusnya juga humble,” tuturnya. Namun setelah keluar, perjuangannya dimulai kembali dari nol. Ia mengaku sering kali merasa “dinomorsekiankan” ketika melamar kerja secara pribadi.
“Saya enggak bilang diskriminasi, tapi peluangnya itu dinomorsekiankan,” ujarnya.
“Kalau akademik (antar pelamar) sama, lanjut ke fisik. Nah, sering saya kalah di situ," ucap Ishak.
Meski begitu, Ishak tetap datang dengan semangat. Ia sudah dua kali mengikuti job fair khusus disabilitas yang digelar Pemprov DKI. Tahun ini, ia berharap penyelenggara bisa memberikan kejelasan lebih pada para pelamar.
“Harus ada step-step-nya yang dijelaskan. Ada interview, ada tes, praktik, jadi kita tahu apa yang harus disiapkan," kata Ishak.
Baginya, acara seperti ini membantu membuka akses, tapi belum cukup konkret dalam tindak lanjut.
“Apakah bantuannya sebatas informasi saja, atau bisa lebih dari itu?” tanya Ishak.

3 weeks ago
10






































