Kasus pemerkosaan yang dialami mahasiswi di Kecamatan Balung, Kabupaten Jember, Jawa Timur, menjadi perhatian Bupati Jember Gus Fawait. Korban diketahui diperkosa oleh tetangganya, SA (27 tahun).
“Saya instruksikan kepada seluruh perangkat daerah dan pemerintah desa agar sigap, empatik, dan berpihak kepada korban. Tidak ada ruang bagi siapapun, apalagi pejabat publik, yang mencoba menutupi atau menormalisasi kekerasan seksual,” ujar Gus Fawait dalam keterangan yang disampaikan Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Jember, dikutip Rabu (22/10).
Fawait bahkan meminta RSD Balung untuk mengembalikan biaya visum korban. Saat melakukan visum untuk membuat laporan polisi, korban mengeluarkan biaya sendiri.
"Memerintahkan RSD Balung untuk mengembalikan biaya visum sebesar Rp 500 ribu kepada korban dan memberikan layanan homecare ke rumah korban," demikian keterangan itu.
Tidak hanya itu, dalam keterangan yang sama, Fawait juga meminta RSD Balung memberikan pendampingan medis dan psikologis terhadap korban.
"RSD Balung diperintahkan untuk berkoordinasi dengan DP3AKB Kabupaten Jember agar pendampingan medis dan psikologis terhadap korban dapat dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan," ujarnya.
Kasus tersebut saat ini diadvokasi oleh LBH IKA PMII Jember, Kopri PMII Jember, dan PC Fatayat NU Jember. Tiga lembaga mengawal proses hukum agar pelaku segera ditangkap dan korban memperoleh perlindungan yang layak.
Adapun kasus tersebut terjadi pada Selasa (14/10) dini hari dan dilaporkan ke Polsek Balung pada Rabu (15/10). Korban juga sempat melapor ke kepala desa setempat, tapi petinggi desa itu justru menyarankan penyelesaian kekeluargaan dengan tawaran menikahkan korban dengan pelaku karena ternyata pelaku masih memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala desa.
“Penanganan awal yang lamban membuat pelaku bebas bergerak dan kabur. Ini menciptakan ketakutan baru bagi korban yang masih tinggal di lingkungan yang sama,” kata Ketua PC Fatayat NU Jember, Nurul Hidayah, dalam rilis yang dikutip kumparan, Rabu (22/10/2025).
Menurut Nurul, kasus ini mempertontonkan kesenjangan antara regulasi dan praktik penegakan hukum di lapangan. Karena secara normatif, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memberi landasan kuat untuk perlindungan korban.
“Namun, di lapangan, respons cepat sangat bergantung pada sensitivitas aparat,” ujarnya.
Pelaku, lanjutnya, semestinya sudah diamankan dalam hitungan jam, bukan berhari-hari setelah laporan dibuat.
Kini, perkara yang tengah mendapat sorotan publik tersebut telah diambil alih oleh Polres Jember. Selanjutnya, proses penyidikan akan dilakukan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Tim pendamping juga akan terus mengawal hingga perkara tuntas.

1 month ago
16






































