Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan sosialisasi dan pengawasan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan berangkat ke Suriah, terutama dalam konteks studi agama dan potensi keterlibatan dalam jaringan terorisme, kata pakar.
“BNPT perlu memperkuat sosialisasi dengan melibatkan para alumni Suriah di Indonesia, agar calon pelajar mendapatkan informasi yang valid dan tidak terjebak dalam narasi yang menyesatkan,” ujar pengamat kajian Timur Tengah Universitas Indonesia, Syaroni Rofi’i, saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Ia menekankan bahwa Suriah masih menjadi salah satu destinasi utama bagi pelajar Indonesia yang ingin memperdalam ilmu agama.
Syaroni juga mendorong agar pemerintah melakukan pemeriksaan ketat terhadap WNI yang hendak berangkat ke Suriah.
Ia menyarankan agar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Damaskus aktif merangkul komunitas WNI di sana melalui kegiatan sosial, sehingga keberadaan mereka dapat terpantau dengan baik.
“Jika WNI tersebut bukan pelaku teror, pemerintah bisa berkoordinasi dengan otoritas Suriah untuk memfasilitasi pemulangan mereka. Struktur politik Suriah saat ini sudah cukup stabil, dan KBRI di Damaskus bisa menjadi garda terdepan,” tambahnya.
Terkait WNI yang teridentifikasi sebagai Foreign Terrorist Fighter (FTF), Syaroni menekankan perlunya koordinasi antara pemerintah dan BNPT untuk merumuskan mekanisme penanganan yang tepat.
Ia menyebut bahwa langkah awal adalah mengidentifikasi jumlah WNI yang terlibat dan menentukan pendekatan yang sesuai, mengingat konstitusi Indonesia melarang warga negara bergabung sebagai tentara asing.
Menurut definisi resmi PBB, FTF adalah individu yang melakukan perjalanan ke negara lain untuk melakukan, merencanakan, atau berpartisipasi dalam aksi terorisme.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri RI menyampaikan bahwa berdasarkan data resmi KBRI Damaskus, terdapat 359 WNI yang masih berada di kamp-kamp pengungsi di wilayah timur laut Suriah.
Meski tidak merinci berapa yang terasosiasi sebagai FTF, Direktorat PWNI Kemlu menegaskan bahwa kebijakan repatriasi dilakukan secara selektif dan bertahap, dengan mempertimbangkan prinsip keamanan nasional, kemanusiaan, penegakan hukum, dan deradikalisasi.
“Setiap langkah diambil secara hati-hati untuk menyeimbangkan antara pelindungan WNI dan tanggung jawab menjaga stabilitas nasional,” demikian pernyataan Direktorat PWNI.
Pewarta: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

3 weeks ago
14






































