Pembiayaan dari perbankan untuk sektor energi terbarukan dinilai masih minim. Hal ini disebabkan karena perbankan masih memiliki beberapa pertimbangan.
Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia CERAH, Agung Budiono, menilai salah satu faktornya adalah faktor pertimbangan untuk menghindari kerugian atau loss avoidance.
“Bank masih belum melihat faktor keuntungan menjadi utama tetapi lebih kepada faktor mereka menghindari risiko dari dampak jangka panjang dari pembiayaan mereka di sektor energi terbarukan,” kata Agung usai acara ‘Ke Mana Arah Investasi Bank di Indonesia?’ di Mercure Sabang, Jakarta Pusat pada Kamis (30/10).
Berdasarkan temuan Yayasan Indonesia CERAH, dalam pembiayaan energi terbarukan oleh institusi terdapat tiga faktor pendorong utama yang dipertimbangkan. Faktor menghindari kerugian menjadi yang utama dengan persentase 47 persen.
Faktor selanjutnya yang juga turut menjadi pertimbangan dalam pembiayaan energi terbarukan adalah pencarian keuntungan atau benefit oriented sebesar 16 persen lalu disusul dengan mandataris kebijakan sebesar 14 persen. Dengan pola itu, investor institusional diindikasikan cenderung defensif ketimbang ofensif dalam pembiayaan energi terbarukan.
Agung juga menuturkan dari 2021 sampai 2024 sektor perbankan dalam hal ini empat Himbara dan satu bank swasta masih memberikan portofolio yang cukup besar terhadap pembiayaan batubara ketimbang energi terbarukan.
“Kalau dari angka OJK sendiri kelihatan. Jadi per tahun 2024 sendiri kredit ke sektor pertambangan itu angkanya mencapai Rp 500 triliun lebih sedangkan ke sektor energi terbarukan angkanya Rp 55 Triliun, Jadi memang masih kecil,” ujarnya.
Adapun Agung juga mencatat beberapa poin penting yang menjadi saran agar perbankan dapat lebih masif lagi dalam pembiayaan terhadap sektor energi terbarukan. Poin pertama adalah keberadaan regulasi yang bisa mendukung pembiayaan perbankan terhadap energi terbarukan. Selanjutnya, Agung juga melihat keberadaan insentif cukup penting untuk perbankan yang memberikan pembiayaan terhadap energi terbarukan.
“Adanya insentif gitu ya, biar perbankan bisa lebih banyak memberikan porsi mereka terhadap pembiayaan energi terbarukan,” kata Agung.
Terakhir, Agung menuturkan cukup penting untuk mendorong perbankan agar melihat pembiayaan terhadap energi terbarukan dengan pertimbangan faktor keuntungan sebagai yang utama ketimbang faktor menghindari kerugian atau loss avoidance.
Selain itu, CERAH Juga melakukan survei terhadap pelaku perbankan baik di level individu maupun korporasi terkait isu iklim Hasilnya, mayoritas responden menjawab bahwa kepedulian terhadap isu iklim didasari karena mengikuti kebijakan perusahaan. Jawaban ini mendapat persentase 71 persen.
Sementara itu, responden yang ingin meniru praktik ramah lingkungan dengan memperkuat keinginan untuk melakukan aksi ramah lingkungan tercatat sebesar 63 persen. Sementara responden yang mau melakukan inisiatif pribadi untuk menginisiasi program lingkungan hidup tercatat masih minim pada 43 persen.

3 weeks ago
14






































