Ibu pekerja adalah sebuah istilah yang sering kita gunakan untuk merujuk pada seorang perempuan pekerja yang telah memiliki anak. Semakin luasnya kesempatan kerja untuk perempuan, diikuti dengan kebutuhan ekonomi yang kian meningkat, menjadi faktor pendorong bagi perempuan memilih untuk bekerja dan meninggalkan anaknya di bawah pengasuhan orang lain. Namun, kondisi ini tentunya tidak ideal dan menjadi keresahan tersendiri bagi para ibu pekerja.
Pemerintah Republik Indonesia, dalam UU No 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA), memuat salah satu poin penting mengenai kewajiban bagi pemberi kerja untuk menyediakan daycare bagi pekerja yang memiliki anak dibawah usia 6 tahun. Kebijakan ini tentunya membawa angin segar bagi para ibu pekerja di Indonesia. Mengingat data survei The Australia–Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG), bahwa 1,7 juta perempuan usia 20–24 tahun memilih untuk resign setelah menikah atau punya anak karena lingkungan kerja yang kurang suportif.
Memahami kondisi ini, penulis yang juga merupakan ibu pekerja, melakukan penelitian dan berhasil menjadi 3 panelis terbaik dalam acara Kongres UCLG-ASPAC ke-10, di Kota Goyang, Korea Selatan. Dengan judul penelitian, “Enacting the SDGs Agenda: The Leverage of Employer-Provided Daycare Policy on Indonesia’s Women Workforce Retention”.
Office Daycare VS Alternatives care
Dalam penelitian ini, penulis melakukan interview dengan narasumber yang memiliki latar belakang tempat kerja yang berbeda-beda. Ada yang bekerja di Kementerian pusat (sektor pemerintahan), BUMN, serta perusahaan swasta, dan semuanya telah menikmati fasilitas daycare yang disediakan oleh tempat kerja. Dari pengalaman masing-masing ibu perkerja, didapatkan banyak insight cukup menarik. Mengingat hingga saat ini, baru segelintir perusahaan yang menaati UU tersebut dengan menyediakan daycare di kantor.
Pada umumnya, ibu pekerja sering disajikan oleh berbagai macam alternatif pilihan, seperti pengasuhan anak oleh Ayah, daycare swasta, asisten rumah tangga/babysitter, dan pengasuhan oleh kakek-nenek. Namun, dari empat alternatif yang ada, daycare yang disediakan oleh pemberi kerja atau office daycare, muncul sebagai pilihan yang terbaik. UU KIA yang baru saja disahkan menjadi bukti bahwa negara memberikan support dan jalan keluar untuk menciptakan retensi yang kuat bagi ibu pekerja.
Poin utama dari tidak idealnya pengasuhan alternatif yaitu: (1) Daycare swasta memiliki harga yang relatif tinggi (2,5 -5 juta/bulan di daerah Jabodetabek), lokasi yang berjauhan dari kantor ibu, tingkat tingginya kasus kekerasan oleh caregiver pada anak di daycare ; (2) Pengasuhan ayah juga meningkatkan tingkat pertengkaran dalam rumah tangga, karena ayah yang hanya tinggal di rumah tidak lagi menjadi breadwinner; (3) Pengasuhan kakek-nenek juga rupanya tidak ideal bagi perkembangan dan keamanan anak. Penurunan stamina kakek-nenek juga dapat memicu pemberian gadget kepada anak dikala kondisi sedang kelelahan; (4) Pengasuhan ART/babysitter pun juga beresiko terhadap tidak kekerasan pada anak. Selain itu, umumnya mereka memiliki tingkat retensi yang cukup rendah. Sehingga dalam 1 atau 2 bulan, ibu pekerja mungkin perlu mencari pengganti dan mengajarkan semua hal dari awal lagi.
Opsi-opsi ini meningkatkan beban mental yang cukup besar bagi ibu pekerja. Berdasarkan data dari Profil Anak Usia Dini 2023 yang dikeluarkan oleh BPS, 5.88% anak dari ibu pekerja tidak mendapatkan pengasuhan yang layak. Ketidaknyamanan dan kekhawatiran yang muncul dari pengasuhan alternatif ini dapat meningkatkan keinginan resign ibu pekerja.
Office Daycare untuk Peace of Mind

2 weeks ago
22






































