Pembantaian terjadi di kota El-Fasher, Sudan Barat pekan ini. Setidaknya 2.000 orang di kota itu tewas dibantai Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF).
Sebenarnya, siapa RSF? Siapa yang membentuk mereka? Atas perintah siapa mereka bergerak?
Berikut kumparan sajikan rangkuman singkat soal RSF.
Dilansir dari berbagai Al-Jazeera, RSF dibentuk di bawah komando Muhammad Hamdan Dagalo Musa atau akrab disapa Hemediti. Ia adalah Perwira Tinggi Angkatan Bersenjata Sudan, lalu membentuk RSF dan pada 2015, kelompok paramiliter ini mendapat status sebagai tentara reguler.
RSF di bawah Hemediti, beranggotakan 30.000 personel dan menjadi kekuatan besar ke-3 menyaingi Angkatan Bersenjata dan Badan Intelijen.
Jumlahnya kian membesar saat Sudan bergabung dengan koalisi Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) dalam intervensi militer di Perang Sipil Yaman pada 2015. Kelompok ini mendapat pendanaan dan bantuan senjata dari Saudi dan UEA.
Kelompok ini juga diduga terlibat dalam kudeta Sudan pada 2019. Pasukan RSF diperintah Hemediti untuk menahan Presiden al-Bashir. Meski, secara garis besar kudeta itu dipimpin oleh Jenderal Ahmed Awad Ibn Auf.
Tapi, berjalannya waktu Hemediti ditunjuk sebagai Deputi Dewan Transisi Militer pada 13 April oleh Amed Awad Ibn Auf. Sejak saat itu, dengan sokongan RSF, Hemediti lebih tampil di panggung diplomasi dengan pidato-pidatonya, hingga menjalin relasi dengan kekuatan regional.
Pada 15 April 2023, perang sipil Sudan kembali pecah. Kali ini Angkatan Bersenjata Sudan berperang melawan RSF.
Kedua belah pihak saling berebut kontrol Ibu Kota Khartoum hingga Darfur.
Lembaga Non Profit Internasional Global Witness menyelidiki turut menyelidiki RSF. Dari situs mereka, Global Witness menyebut RSF terlibat dalam pembantaian di Khartoum pada 3 Juni 2019 yang menewaskan 100 orang demonstran.
Penyebab Krisis Ekstrem di Sudan
Pada 7 Januari 2025, Menlu Amerika Serikat (AS) kala itu Antony Blinken menyebut konflik antara RSF dan Angkatan Bersenjata Sudan bertanggung jawab atas krisis ekstrem yang ada di Sudan.
Dikutip dari situs resmi mereka, konflik itu menyebabkan 638.000 warga Sudan mengalami krisis kelaparan terburuk sepanjang sejarah, 30 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, dan belasan ribu jiwa melayang.
"Pada Desember 2023, saya menyimpulkan bahwa Angkatan Bersenjata Sudan dan RSF telah melakukan kejahatan perang. Selain itu, RSF juga telah melakukan kejahatan atas kemanusiaan berupa pembersihan etnis," kata Blinken.
Selama konflik itu, RSF juga menyebabkan banyak korban tewas. Contohnya, ada 400 orang tewas saat RSF menyerang Darfur pada 15 April 2025.

3 weeks ago
9






































