Banyak orang pernah merasakan saat berbaring di tempat tidur dengan lampu yang sudah dimatikan, pikiran justru semakin ramai saat itu. Tubuh sudah benar-benar lelah, tapi kepala tetap terasa penuh sesak, kenangan lama, rencana esok hari, bahkan hal-hal sepele pun bergantian ikut serta memenuhi kepala tanpa bisa dihentikan sama sekali.
Situasi seperti ini sering dialami generasi muda terutama pada Generasi Z dan Alpha yang paling banyak mengalaminya. Fenomena itu disebut hiperarousal kognitif malam hari kondisi di mana otak tetap aktif meski tubuh sudah ingin beristirahat total.
Dari sudut pandang biopsikologi, keadaan ini bukan hanya kebiasaan overthinking biasa, ini adalah hasil dari sistem biologis yang bekerja terlalu keras, gangguan kecil yang datang dari luar atau dari dalam diri sendiri, serta paparan teknologi yang intens menjadi salah satu pemicunya. Pergeseran jam biologis ikut berperan. Emosi yang sulit dikendalikan juga menambah masalah. Semua itu membuat otak susah diam di malam hari.
Paparan Teknologi dan Otak yang Tak Pernah Benar-Benar Istirahat
Menurut Pinel, J. P. J., & Barnes, S. J. (2018), tubuh manusia punya dua mode kerja utama. Saat siang hari, sistem saraf simpatik membuat tubuh siaga dan aktif sepenuhnya, tapi saat malam tiba, sistem parasimpatik seharusnya mengambil alih peran menurunkan ritme jantung secara perlahan. Tubuh pun dipersiapkan untuk tidur nyenyak. Sayangnya cahaya biru dari layar ponsel sering mengacaukan proses pergantian itu.
Cahaya biru menekan hormon melatonin dengan kuat. Hormon itu memberi sinyal bahwa sudah waktunya istirahat, otak menjadi bingung, dan masih menganggap dunia luar terang benderang seperti pada siang hari. Kalat, J. W. (2023) menambahkan penjelasan lebih lanjut, tentang kondisi seperti ini memicu peningkatan aktivitas di bagian korteks prefrontal, yaitu bagian area otak yang bertanggung jawab untuk berpikir dan menganalisis segala hal. Akibatnya meski tubuh diam di kasur empuk, otak tetap sibuk memproses berbagai urusan, seperti tugas kuliah, notifikasi ponsel, dan sosial media.
Kita sering menganggap sekadar scroll sebentar sebelum tidur adalah hal yang tidak berbahaya sama sekali, tetapi realitanya setiap notifikasi dan video singkat selalu memberi rangsangan kecil, hal itu menyalakan sistem dopamin di otak, dan akibatnya otak yang seharusnya tenang malah menjadi waspada dan penasaran berlebih.
Irama Sirkadian yang Tersesat di Era Layar Terang
Setelah memahami peran teknologi, kini penting menyoroti jam biologis tubuh yang sering tersesat di tengah cahaya buatan malam hari. Pinel dan Barnes (2018) menjelaskan tubuh manusia ikut bekerja dengan jam biologis namanya irama sirkadian. Ia dikendalikan oleh nukleus suprachiasmaticus (SCN), bagian kecil di otak yang seperti jam alami tubuh. SCN membaca cahaya untuk menentukan kapan tubuh aktif, kapan pula harus istirahat. Namun di dunia dengan lampu yang tak pernah padam sepenuhnya dengan kata lain terus terpapar cahaya, jam biologis itu sering tertipu.
Saat seseorang menatap layar hingga tengah malam, otak tertipu seolah masih siang hari, pelepasan melatonin jadi tertunda lama dan tubuh baru merasa mengantuk jauh lebih lambat dari jadwal alami. Di buku Kalat (2023), gangguan ini tak hanya membuat singkat durasi tidur, tapi juga menurunkan kemampuan konsentrasi untuk keesokan harinya dan kestabilan emosi pun terganggu parah.
Sebuah penelitian di Frontiers in Psychology (2023) menemukan fakta penting. Paparan cahaya buatan di malam hari tergabung dengan stres ringan, keduanya memicu cognitive hyperarousal, keadaan di mana otak tetap aktif meski tubuh sedang lelah. Lama-kelamaan hal ini mengganggu sistem hormonal secara keseluruhan, dan berisiko besar terkena kelelahan secara psikologis.
Menurut Read Entire Article

1 month ago
11






































