Di antara hiruk-pikuk Kota Bandung yang sibuk dan modern, didalamnya masih tersimpan sudut kota yang seolah enggan beranjak dari masa lalu. Salah satu sudut kota yang terkenal akan gaya jadulnya adalah jalan Braga, yang menyimpan jutaan cerita di antara detretan bangunan bergaya kolonial dan papan nama toko-toko tua yang memudar, menjadi saksi bisu perjalanan waktu.
Di antaranya adalah toko roti legendaris Sumber Hidangan yang menyapa setiap orang yang melintas dengan aroma mentega yang khas membuat siapapun yang lewat memperhatikannya. Di sanalah waktu seakan berhenti, memberi kesempatan bagi siapapun yang berkunjung untuk sejenak melihat ke belakang dan merasakan Bandung yang dulu.
Tidak asing lagi bahwa kawasan kota tua Bandung tidak pernah benar-benar sepi. Sejak dini hari, derap langkah, deru motor orang-orang berangkat kerja berpadu mengisi kota Bandung. Sore harinya, banyak turis mengisi tepi jalan, mengangkat ponsel mereka untuk mengabadikan momen.
Di antara mereka, berdiri kokoh bangunan-bangunan bergaya kolonial yang masih bertahan tak lekang oleh waktu. Meski warna catnya sudah memudar, jejak huruf-huruf lama di papan nama pun sudah suram, masih ada aroma kayu tua yang bercampur dengan wangi kopi dari kedai baru di seberang Jalan Alkateri No. 22, Banceuy, Kota Bandung. Toko kopi Purnama membuat kawasan kota Bandung bagaikan mesin waktu.
Toko roti Sumber Hidangan sudah menyajikan roti klasik dan khas sejak tahun 1929, dengan pancaran aroma yang samaseperti hampir seabad lalu. Dari luar, tempatnya sedikit tersembunyi, nyaris tak terlihat. Di depan toko, terdapat beberapa lukisan terpajang bersandar di dindingnya untuk dijual oleh seniman jalanan. Kacanya yang tampak sedikit buram, dengan papan nama sederhana yang masih berada dalam keadaan aslinya menyambut siapapun yang masuk dengan ramah. Begitu pintu masuk kayu itu dibuka, udara di dalamnya dipenuhi wangi mentega, vanila, dan roti panggang hangat.
Arsitektur kolonial jaman belanda yang orisinil sangat terpampang di dalamnya. dengan lampu tua, meja dan kursi jadul, bahkan konter kasir yang masih bergaya lama. Di balik etalase kaca depan pintu masuk, roti roti berbaris rapi : mocca tart, krentenbrood, nougat, dan kaastengels, dan berbagai macam roti manis dan asin, semua dibuat dengan resep lama peninggalan masa kolonial. Tak ada musik modern, papan digital, atau suara dengungan AC. Hanya ada suara lembut pelayan yang menanyakan pesanan, seperti jaman dulu. Pengunjung datang silih bergenti, bukan sekedar untuk membeli roti, namun juga untuk merasakan pengalamannya. Toko itu bukan hanya tempat menjual roti, namun juga ruang kecil uang menyimpan memori Bandung, dan kehangatan yang bisa bertahan lama lebih dari waktu itu sendiri.
Masih di pusat kota Bandung, tak jauh dari deretan bangunan tua di Jalan Braga, Toko Kopi purnama sudah berdiri sejak 1930. Dari luar, bangunannya sederhana, namun sulit untuk di hiraukan dengan gaya arsitektur khas kolonial belanda dengan pengaruh Tionghoa peranakan. Jendela kayu lebar dan papan nama bergaya klasik langsung membawa siapa pun pada suasaa Bandung tempo dulu. Saat pertama kali melangkahkan kaki, dipastikan siapapun akan disambut oleh aroma kopi tubruk yang baru diseduh bercampur dengan wangi roti bakar dan suara obrolan pelan para pelanggan tetap.
Kursi dan meja kayu di daamnya tampak sudah usang, tapi disanalah letak kehangatannya. Di dinding kanan dan kiri ruangan, terdapat beberapa foto hitam putih tergantung, memotret generasi demi generasi pemilik toko kopi Purnama di depan tokonya. Para pengunjung datang bukan hanya untuk secangkir kopi, tapi juga untuk merasakan keakraban yang sulit ditemukan di kafe modern. Di Toko Kopi Purnama, waktu seolah berjalan lebih lambat, membuat setiap tegukan kopi sebuah peringatan bahwa kehangatan kadang tidak berasal dari hal baru, tapi dari hal hal yang tetap bertahan.
Bandung terus berubah. Dengan gedung tinggi yang menjulang, jalan yang diperluas, dan kafe-kafe modern bermunculan di setiap sudutnya, tempat tempat seperti Toko Kopi Purnama dan Sumber Hidangan tetap berdiri dengan tegang menyajikan makanan makanan klasik tak tergantikan. Di sanalah masa lalu dan masa kini juga saling menyapa tanpa saling menghapus. Anak muda datang untuk berswafoto, dan pelanggan lama duduk diam menikmati hidangan seperti dulu, sambil mengenang masa lalu.
Bangunan-bangunan tua di kawasan ini tidak seindah dulu, tapi justru di situlah daya tariknya. Mereka berdiri sebagai pengingat bahwa keindahan tidak selalu harus baru. Di setiap dinding, aroma, dan langkah kaki yang bergema di Braga, ada cerita yang menunggu untuk dikenang kembali, dan walaupun Bandung akan terus bergerak maju menuju masa depan, masih ada sudut - sudut kotanya yang tua, dimana waktu masih berjalan dengan perlahan, memberi ruang bagi siapapun untuk berhenti sejenak dan mengingat dari mana semuanya bermula.

2 weeks ago
13






































