Bogota (ANTARA) - Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva menyerukan para pemimpin dunia untuk tegas melawan mereka yang menolak penjelasan sains atas perubahan iklim.
Dalam pembukaan Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belém, wilayah Amazon, pada Senin, Lula secara langsung menantang skeptisisme iklim dan penyebaran misinformasi yang dinilainya menghambat kerja sama global.
Dia mengatakan bahwa di era misinformasi seperti sekarang, kaum obscurantis — penentang ilmu pengetahuan — tidak hanya menolak bukti ilmiah, tetapi juga kemajuan multilateralisme.
"Mereka mengendalikan algoritma, menebar kebencian, dan menyebar ketakutan. Mereka menyerang lembaga, ilmu pengetahuan, dan universitas. Kini saatnya kita kalahkan para penyangkal itu," kata Lula.
Kecaman kerasnya itu muncul ketika para pemimpin ekonomi terbesar dunia, termasuk AS, China, dan India, absen dari konferensi tersebut.
Lula menyesalkan ketidakhadiran "orang-orang yang melancarkan perang" dan menyoroti peningkatan anggaran pertahanan yang digencarkan oleh AS dan Eropa.
Ia juga mengkritik besarnya pengeluaran global untuk pertahanan, seraya menilai bahwa dana itu seharusnya dialihkan untuk solusi iklim bagi negara-negara berkembang.
Pemimpin Brazil berhaluan kiri itu membandingkan biaya perang dengan investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target iklim.
"Jika para pemicu perang hadir di COP30, akan jauh lebih murah menghabiskan 1,3 triliun dolar AS (Rp21,7 kuadriliun) per tahun untuk mengakhiri masalah iklim dibanding 2,7 triliun dolar untuk berperang seperti tahun lalu," kata Lula.
Ia meminta para perunding untuk lebih ambisius dan berkomitmen kembali pada tujuan utama Perjanjian Paris: membatasi pemanasan global agar tidak lebih dari 2 derajat Celsius di atas suhu rata-rata di masa pra-industri, dengan target 1,5 derajat Celsius.
Perjanjian itu menuntut pengurangan emisi gas rumah kaca dan peningkatan kontribusi ekonomi untuk mengurangi dampak pemanasan global.
Lula juga menyoroti makna simbolis penyelenggaraan COP30 di Belém, yang terletak di jantung Amazon tetapi separuh penduduknya masih belum memiliki akses ke sanitasi dasar.
Sumber: Anadolu
Baca juga: KTT COP30 ingin perjuangan melawan perubahan iklim jadi prioritas internasional
Baca juga: Hashim: Paviliun Indonesia simbol kepemimpinan RI pada diplomasi COP30
Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

2 weeks ago
24






































