Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (AsSDM Kapolri), Irjen Pol Anwar, mengungkap sejumlah masalah yang sedang menjangkiti anggota Polri. Masalah yang dimaksud yakni intoleransi, radikalisme, hingga LGBT.
Hal tersebut dia sampaikan dalam kegiatan seminar bertajuk 'Rekonstruksi Jati Diri Bangsa Merajut Nusantara untuk Mewujudkan Polri Sadar Berkarakter' yang digelar pada Rabu (15/10) lalu.
"Apakah ada masalah di Polri? Ada. Jadi saya harus jujur mengatakan, berkaitan dengan SSDM polri, masalah apa yang kita hadapi? Satu, masalah intoleransi, masalah radikal, kan gitu kan? Apakah polri sudah terpapar? Iya. Kita harus akui," kata Anwar seperti dilihat di akun YouTube Divisi Humas Polri, Senin (27/1).
Anwar kemudian mencontohkan kasus polisi wanita di Maluku Utara beberapa tahun lalu yang terpapar paham radikal. Hanya dengan menggunakan media sosial, polisi wanita itu dihasut hingga keluar dari Polri dan bergabung dengan kelompok radikal.
Kemudian, contoh lainnya terkait kegiatan Polisi Cinta Sunnah (PCS) yang berujung pada penyebaran paham Wahabi.
"Jadi, doktrinnya adalah melaksanakan Sunnah Nabi Muhammad Saw tapi dipelencengkan. Karena memang untuk masuk ke sebuah kegiatan itu harus menunjukkan yang benar, yang ujungnya adalah Wahabi. Wahabi itu apa? Teroris. Di sini ada di kepolisian," ucap dia.
Maka dari itu, untuk mengantisipasi adanya paparan paham radikal terhadap anggota, Polri mulai rutin untuk menggelar kegiatan agama melalui Zoom setiap hari Kamis. Menurut Anwar, media sosial begitu penting dimanfaatkan untuk melawan penyebaran paham radikal.
"Mereka bisa mencuci otak dengan medsos, maka kita juga gunakan medsos untuk mencuci otak anggota kita yang benar. Untuk mengimbangi," kata dia.
Selain masalah radikalisme, Anwar juga menyoroti masalah lainnya yang menjangkiti Polri yakni LGBT. Hingga kini, dia mengaku masih kesulitan untuk mendeteksi anggota yang terpapar LGBT.
Dia bahkan mengaku sedang mencari alat yang dapat mendeteksi LGBT. Sebab, deteksi melalui jejak digital masih sulit dilakukan.
"Saya masih mencari, di mana sih alat untuk bisa mendeteksi itu. Rupanya kita belum punya. Mungkin nanti kita mencari ke situ (teknologi)" jelas dia.
Selama ini, sambung Anwar, seringkali anggota yang terpapar LGBT baru dapat terdeteksi ketika sudah ada masalah dan dikenakan sanksi.
"Polisi sekarang tidak mentoleran hal seperti itu. Akhirnya begitu terjadi, ketahuan ya sudah diproses, lalu PTDH. Tapi tidak ada alat yang untuk mendeteksi, anak ini akan terpapar. Baik itu intoleransi, radikal, maupun yang lain sebagainya," kata dia.

4 weeks ago
16






































