Penyerapan tenaga kerja industri rokok dan rokok elektrik (REL) diproyeksi bertambah hingga 210.000-280.000 pada 2030. Angka ini naik 1-3 persen per tahun.
Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI) dan Asosiasi Ritel Vape Indonesia (ARVINDO) menuturkan, penyerapan tenaga kerja tersebut terjadi jika regulasi mengenai rokok tetap stabil dan program pengawasan produk ilegal semakin diperkuat.
"Di tengah perlambatan ekonomi dan melemahnya daya beli, industri rokok membuktikan ketahanan dan kemampuan mendorong pertumbuhan. Ekosistem usaha yang meliputi manufaktur, distribusi, dan ritel ini terus memperluas penyerapan tenaga kerja, memperkuat kontribusi fiskal, dan menempatkan Indonesia sebagai pemain penting di kawasan Asia Tenggara," ujar Ketua Umum PPEI, Daniel Boy, dalam keterangannya, Rabu (24/9).
Dia melanjutkan, PPEI dan ARVINDO yang menekankan pentingnya kepastian regulasi serta peran industri REL dalam menciptakan lapangan kerja bagi pelaku usaha lokal, khususnya UKM.
Tak hanya itu, industri rokok dan REL juga mampu menyumbang penerimaan negara. Penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) hingga Juli 2025 tercatat mencapai Rp 121,98 triliun, naik 9,6 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 111,23 triliun
Sementara untuk penerimaan cukai dari industri REL sebesar Rp 2,65 triliun naik 43,7 persen (yoy). Angka ini melompat lebih dari dua puluh kali lipat dibanding awal penerapan cukai untuk produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya(HPTL) pada 2018 yang hanya sebesar Rp 99 miliar.
Daniel menjelaskan, kebijakan fiskal yang konsisten akan menjaga iklim investasi, mendorong penyerapan tenaga kerja, dan memastikan keberlanjutan penerimaan negara.
“Industri REL nasional berada pada fase pertumbuhan krusial. Kami membutuhkan ruang regulasi yang adil dan stabil agar pelaku lokal dapat bertahan dan berkembang,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Umum ARVINDO, Firmansyah Siregar, menambahkan industri rokok dan REL memiliki masih memiliki potensi pasar yang besar di Indonesia.
“Pasar yang terus bertambah merupakan peluang besar bagi industri lokal untuk tumbuh secara sehat dan bertanggung jawab,” jelasnya.
Firmansyah menjelaskan, PPEI dan ARVINDO menegaskan komitmen penuh untuk memperkuat ekosistem industri yang aman, legal, dan berintegritas. Industri REL tidak mentolerir praktik pencampuran zat terlarang dan aktif mendukung upaya pemerintah dalam pengawasan serta pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA).
"Langkah ini dilakukan melalui sistem pengawasan internal, pelatihan bagi pelaku ritel dan vaporista untuk mengenali dan melaporkan potensi penyalahgunaan, serta kolaborasi dengan aparat penegak hukum," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti perlunya kebijakan cukai yang berimbang, tidak hanya menjaga kesehatan publik, tetapi juga melindungi industri dan tenaga kerja. Dia mengaku terkejut ketika mengetahui tarif cukai hasil tembakau (CHT) sudah menembus rata-rata 57 persen.