Amran mengungkapkan praktik yang terjadi seperti peredaran pupuk palsu. Oknum pelaku mafia itu menganti pupuk dengan tanah, lalu dijual ke petani.
“Pupuk palsu didistribusi ke pertanian, padahal itu bukan pupuk. Itu tanah,” kata Amran dalam program Info A1 kumparan, Kamis (25/9).
Selain itu, manipulasi kualitas beras juga marak di pasaran. Beras dengan kadar broken jauh di atas standar dikemas ulang dan dipasarkan sebagai beras premium. Praktik ini membuat harga beras melonjak dan konsumen tertipu kualitasnya.
“Beras premium itu yang dicampur broken-nya jauh di atas standar, dikemas sebagai premium. Itu penipuan,” ujar Amran.
Tak hanya beras dan pupuk, mafia juga bermain di sektor gula. Amran menegaskan mafia rafinasi gula ikut memperburuk kondisi dengan menekan harga yang diterima petani.
Menurut Amran, keberadaan mafia ini membuat keuntungan yang seharusnya dinikmati petani justru lari ke tangan segelintir orang.
Amran juga tak menutup mata praktik mafia juga terjadi di internal Kementerian Pertanian. Ia mengungkapkan ada oknum yang meminta upah miliaran rupiah dalam pencairan anggaran.
“Di internal ada juga pelakunya meminta fee Rp 27 miliar. Itu yang sudah cair Rp 10 miliar. Rp 17 miliar belum cair, kami sudah pecat,” ungkap Amran.
Amran menegaskan pembenahan internal adalah syarat mutlak agar pertanian Indonesia bisa bersih dari mafia. “Kami harus bersihkan dari dalam. Enggak bisa ini pertanian maju kalau kita tidak bersihkan,” tegas Amran.
36 Tersangka Sudah Diamankan
Amran memastikan langkah hukum telah ditempuh untuk memberantas mafia pangan. Sejauh ini, puluhan orang telah ditetapkan sebagai tersangka.
“36 tersangka sampai hari ini. Di luar pupuk,” ungkap Amran.
Amran menuturkan Kementerian Pertanian juga bekerja sama dengan TNI, Polri, dan Kejaksaan untuk menindak para mafia, serta melakukan monitoring agar kasus serupa tidak terulang.
Amran menyadari perlawanan terhadap mafia pangan tidak mudah. Namun, ia berkomitmen untuk menutup ruang gerak praktik-praktik curang yang merugikan rakyat.