Kortas Tipidkor Bareskrim Polri menetapkan 4 orang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 di Mempawah, Kalimantan Barat, yang terjadi medio 2008-2018 lalu.
Salah satu yang menjadi tersangka berinisial FM, yang menjadi Dirut PLN pada 2008-2009.
"Kemudian yang kedua, kita telah menerapkan tersangka HK selaku Presiden Direktur PT BRN. Yang ketiga, kita telah menetapkan tersangka inisial RR selaku dirut PT BRN. Dan yang keempat, telah menetapkan tersangka inisial HYL selaku dirut PT Praba," ujar Kakortas Tipidkor Polri, Irjen Pol Cahyono Wibowo, dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Senin (6/10).
Cahyono mengatakan, dalam kasus ini, PT PLN mengalami kerugian hingga Rp 1,3 triliun. Selain menghitung kerugian negaranya, Polri juga menyelidiki dugaan pencucian uang dari kasus ini.
"Ya betul, jadi kami nanti ada akan rilis kembali ya, terkait pihak yang akan kita tetapkan kemudian dengan dilapisi pasal TPPU-nya," kata Cahyono.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, namun keempatnya belum ditahan.
"Kalau untuk ditahan belum, kami belum. Sementara kami juga akan berkoordinasi dengan teman-teman kejaksaan terhadap kelengkapan daripada bekas perkara itu sendiri," jelas Cahyono.
Cahyono menambahkan, meski belum ditahan, Bareskrim berencana mencegah keempatnya ke luar negeri.
"Ada pasti, itu pasti ada tindakan itu pasti ada, jadi simultan, nanti pada saat penetapan tersangka kami juga sudah akan mengeluarkan pencegahan kepergian keluar negeri," kata dia.
Kasus ini berawal saat PT PLN mengadakan lelang ulang pembangunan PLTU 1 di Desa Jungkat Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat, pada tahun 2008.
Dalam pelaksanaan lelang itu diketahui Panitia Pengadaan PLN telah meloloskan dan memenangkan KSO BRN, Alton, dan OJSC, meski tak memenuhi syarat administrasi dan teknis.
Tahun 2009 sebelum dilaksanakannya tanda tangan kontrak, KSO BRN mengalihkan pekerjaan kepada PT PI, termasuk penguasaan terhadap rekening KSO BRN, dengan kesepakatan pemberian fee ke PT BRN.
Saat dilaksanakan tanda tangan kontrak pada tanggal 11 Juni 2009, PLN belum mendapatkan pendanaan, dan mengetahui KSO BRN belum melengkapi persyaratan.
Hingga berakhirnya waktu kontrak pada 28 Februari 2012, KSO BRN maupun PT PI baru menyelesaikan 57% pekerjaan. Sampai amandemen kontrak yang ke 10 yang berakhir pada 31 Desember 2018, KSO BRN maupun PT PI tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, atau hanya mencapai 85,56%, karena alasan ketidakmampuan keuangan.
Padahal, KSO BRN telah menerima Rp 323.199.898.518,- (untukpekerjaan konstruksi sipil) dan sebesar USD 62,410,523.20 (untuk pekerjaan Mechanical Electrical). Namun, hingga saat ini PLTU 1 Kalimantan Barat tak kunjung selesai.
Keempat tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.