Melbourne (ANTARA) - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dahsyat meningkat secara global, dengan 43 persen dari bencana-bencana terburuk tercatat hanya dalam 10 tahun terakhir, seiring perubahan iklim membuat musim kebakaran menjadi lebih panas, lebih kering, dan lebih panjang, menurut sebuah studi yang dipimpin oleh Australia.
Studi tersebut menganalisis data bencana global selama 44 tahun dan menemukan bahwa bencana ekonomi meningkat lebih dari empat kali lipat, sementara bencana fatal yang menyebabkan 10 atau lebih kematian meningkat tiga kali lipat sejak 1980, dengan peningkatan yang sangat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut disampaikan dalam pernyataan yang dirilis pada Jumat (3/10) oleh Universitas Tasmania, Australia, yang memimpin studi ini.
Level kerusakan mencapai puncaknya pada 2018, dengan total nilai mencapai 28,3 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp16.612) secara global, lima kali lipat dari rata-rata selama 44 tahun, dan separuh dari semua peristiwa kebakaran dahsyat yang menimbulkan kerugian lebih dari 43 miliar dolar AS sejak 1980 terjadi dalam 10 tahun terakhir, papar studi yang diterbitkan dalam jurnal Science itu.
"Ini bukan hanya kebakaran yang lebih besar, ini adalah kebakaran yang terjadi di bawah kondisi cuaca yang semakin ekstrem sehingga membuatnya tidak dapat dihentikan," kata Calum Cunningham, seorang peneliti di Pusat Kebakaran Universitas Tasmania.
"Kita sedang menyaksikan perubahan mendasar dalam cara karhutla memengaruhi masyarakat," ujar Cunningham, penulis utama studi ini.
Para peneliti menemukan bahwa hutan tipe Mediterania di Eropa selatan, California, Australia selatan, dan Chile, serta hutan konifer beriklim sedang di Amerika Utara bagian barat, mengalami bencana karhutla dengan tingkat yang jauh melebihi luas wilayahnya.
Studi ini menunjukkan bahwa separuh dari semua bencana terjadi dalam kondisi cuaca ekstrem paling parah yang pernah tercatat, yang kini menjadi jauh lebih lazim terjadi, dengan cuaca yang meningkatkan potensi terjadinya kebakaran parah meningkat lebih dari dua kali lipat, kekeringan atmosfer meningkat 2,4 kali lipat, dan kekeringan parah meningkat 3,4 kali lipat sejak 1980.
Mengingat Australia merupakan pusat karhutla global, studi ini menyerukan strategi adaptasi komprehensif yang mendesak dengan menggabungkan penanganan kebakaran tradisional dengan pendekatan modern, termasuk pengurangan bahan bakar, peningkatan standar bangunan, dan perencanaan evakuasi.
Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.