Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi membeberkan hasil pemeriksaan makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menyebabkan keracunan di wilayah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cidolog, Parakansalak dan Cibadak.
Kepala Dinkes Kabupaten Sukabumi Agus Sanusi menyatakan, pemeriksaan sampel makanan tersebut dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Jawa Barat.
Dia menuturkan di SPPG Cidolog, sampel makanan diambil dari dapur MBG, berupa nasi uduk, tempe orek, acar bumbu kuning, telur dadar, dan semangka.
"SPPG Cidolog pada hasil lab terdapat jamur (Coccodiodesimmitis) pada semangka, bakteri (Enterobacter cloacae) pada tempe orek, dan bakteri (Macrococcus caseolyticus) pada telur dadar. Bakteri dan jamur bisa mengkontaminasi bahan makanan dari proses penyimpanan bahan makanan pada suhu ruang yang terlalu lama," kata Agus dalam keterangannya.
Selanjutnya, untuk SPPG Parakansalak sampel makanan yang diambil dari dapur MBG berupa nasi putih, telur, orek tahu, sayuran, semangka dan susu.
"SPPG Parakansalak pada hasil lab terdapat bakteri (Bacillus Cereus) pada telur. Bakteri ini dapat mengkontaminasi atau mencemari telur mentah pada saat penyimpanan pada suhu yang tidak tepat dan pengolahan harus dimasak hingga matang sempurna karena toksinnya mungkin tidak rusak sepenuhnya saat dimasak ulang," ujarnya.
Adapun untuk satu kejadian lagi yakni di wilayah SPPG Cibadak, Agus menyatakan belum ada hasil dari pemeriksaan yang dilakukan.
Namun demikian, Agus tidak merinci nama-nama dapur MBG serta kapan peristiwa keracunan itu terjadi.
Dari data yang dihimpun, keracunan makanan program MBG di wilayah Cidolog terjadi pada 6 Agustus dengan jumlah korban 32 orang siswa.
Selanjutnya di wilayah Parakansalak, 22 Agustus dengan korban berjumlah 24 orang siswa. Kemudian di Cibadak terjadi pada 12 September dengan jumlah korban 69 siswa.
Dari tiga kejadian tersebut, Agus menyatakan penanganan terhadap siswa yang menjadi korban seluruhnya dilakukan di Puskesmas.
"Dari 3 kejadian tidak ada pasien yang sampai dirujuk ke rumah sakit, semua ditangani oleh Puskesmas," ujarnya.
Lebih lanjut Agus menyatakan dilihat dari proses penyimpanan bahan baku, pengolahan, sampai dengan distribusi MBG, beberapa masih melakukan penyimpanan, pengolahan dan distribusi makanan yang belum sesuai atau belum higienis.
"Terutama jarak waktu dari pengolahan, pengemasan dan distribusi terlalu lama, bahkan ada beberapa sekolah yang tidak langsung memberikan makanan tersebut ke siswa," kata Agus.