Dirjen Migas Kementerian ESDM, Laode Sulaiman, menargetkan negosiasi bisa segera rampung agar kesepakatan penyaluran BBM dapat terimplementasi.
"Ya, kita kan targetnya kemarin negosiasi itu biar bisa terimplementasi," ujarnya di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (3/10).
Laode menegaskan, pasokan BBM dari kilang maupun impor sejauh ini tetap aman, meski sejumlah badan usaha (BU) menolak membeli base fuel dari Pertamina lantaran adanya kandungan etanol. Dia menjelaskan, etanol sejatinya tidak menyalahi aturan, bahkan sudah lazim digunakan di berbagai negara.
"Etanol itu di internasional sudah banyak yang pakai sebenarnya. Jadi tidak mengganggu performa bahkan bagus dengan menggunakan etanol itu. Negara-negara yang punya industri hulunya etanol besar kayak Brasil gitu mereka sudah pakai malah. Etanol-nya itu sudah di atas 20-an persennya mereka. Jadi nggak ada masalah sih sebenarnya," kata Laode.
Laode menambahkan, di Amerika Serikat saja, Shell sudah menggunakan etanol dalam produk BBM mereka. Hal ini sekaligus menepis kekhawatiran bahwa pencampuran etanol dengan bensin akan menurunkan kualitas produk.
"Kalau di Amerika aja Shell juga udah pake etanol," katanya.
Dia menggambarkan perbedaan persepsi ini hanya soal komunikasi antara pihak swasta dengan Pertamina.
"Kesepakatan yang satunya megang bahwa harus tidak ada etanolnya. Yang satunya ada sedikit kok hanya untuk bikin BBMnya itu penguat lah namanya," jelas Laode.
Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, sebelumnya menjelaskan bahwa BP-AKR maupun Vivo keberatan dengan kandungan etanol 3,5 persen pada BBM impor Pertamina. Padahal, secara regulasi, kadar etanol masih diperbolehkan hingga 20 persen.
"Secara regulasi diperkenankan etanol itu sampai jumlah tertentu, kalau tidak salah sampai 20 persen," ujar Muchtasyar saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (1/10).
Adapun President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, menyebut pihaknya belum memutuskan untuk membeli base fuel dari Pertamina. Dia mengungkapkan, pembahasan internal masih berjalan seiring dengan komunikasi B-to-B dengan Pertamina.
"Pertamina bersedia menyediakan produk dalam bentuk base fuel dan kami sangat mengapresiasi hal tersebut. Saat ini kami masih dalam pembahasan b to b sesuai dengan anjuran dari Bapak Menteri, terkait pasokan impor base fuel saat ini sedang berlangsung," ungkap Ingrid.