Quito (ANTARA) - Presiden Ekuador Daniel Noboa pada Sabtu (4/10) malam waktu setempat mengumumkan keadaan darurat selama 60 hari di 10 provinsi, dengan alasan "kerusuhan internal yang serius" yang disebabkan oleh aksi protes nasional terhadap keputusan pemerintah menghapus subsidi solar.
Kantor kepresidenan itu dalam sebuah pernyataan menyatakan bahwa keadaan darurat ini bertujuan untuk menjaga ketertiban umum, keamanan internal, dan kesejahteraan warga negara.
Berdasarkan dekret tersebut, hak untuk berkumpul ditangguhkan, dan pertemuan publik dilarang jika dapat mengganggu layanan esensial atau mengancam keamanan publik. Angkatan Bersenjata dan Kepolisian Nasional Ekuador diizinkan untuk dikerahkan sesuai kebutuhan guna menjaga ketertiban dan mencegah kekerasan.
Sejumlah pejabat mengatakan deklarasi keadaan darurat itu muncul untuk merespons meningkatnya kerusuhan dan pemblokiran jalan di provinsi-provinsi yang terdampak. Pihak otoritas melaporkan terjadinya insiden kekerasan, termasuk serangan dan penculikan terhadap aparat keamanan, kerusakan properti, dan perampasan kendaraan kargo.
Langkah tersebut menyusul seruan baru dari Konfederasi Kebangsaan Pribumi Ekuador (Confederation of Indigenous Nationalities of Ecuador), organisasi pribumi terbesar di negara tersebut, untuk meningkatkan intensitas demonstrasi yang kini telah memasuki hari ke-13.
Para pengunjuk rasa menuntut pencabutan Dekret 126, yang menghapus subsidi solar dan menaikkan harga dari 1,80 dolar AS (1 dolar AS = Rp16.611) menjadi 2,80 dolar AS per galon pada 12 September, yang menimbulkan penolakan keras dari serikat transportasi, komunitas pribumi, kelompok buruh, dan berbagai sektor lainnya.
Pewarta: Xinhua
Editor: Benardy Ferdiansyah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.