Aksi unjuk rasa di beberapa kota di Madagaskar dalam kurun waktu kurang dari seminggu telah menewaskan 22 orang.
Massa turun ke jalan untuk memprotes seringnya pemadaman listrik dan kekurangan air yang terus-menerus di seluruh negeri.
Menurut PBB, 100 orang juga terluka dalam insiden unjuk rasa yang berakhir ricuh ini.
"Saya terkejut dan sedih atas pembunuhan dan cedera dalam protes atas pemadaman air dan listrik di Madagaskar," kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, dikutip dari AFP, Selasa (30/9).
Turk mendesak pihak berwenang untuk memastikan penghormatan terhadap kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai.
Pada demo Kamis (25/9) lalu, penjarahan juga terjadi di pusat perbelanjaan. Selain itu, rumah dua anggota parlemen pun ikut menjadi sasaran pembakaran sehingga menimbulkan kepanikan bagi warga setempat.
Presiden Madagaskar, Andry Rajoelina, mengatakan pada hari Senin (29/9) bahwa ia telah membubarkan pemerintahannya menyusul protes mematikan terhadap pemadaman air dan listrik yang berulang di negara Samudra Hindia tersebut.
"Saya telah memutuskan untuk mengakhiri fungsi Perdana Menteri dan pemerintahan. Sambil menunggu pembentukan pemerintahan baru, mereka yang menjabat akan bertindak sebagai menteri sementara," ujarnya dalam pidato nasional yang disiarkan televisi.