Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memberi kabar positif bagi Indonesia. Dalam laporan OECD Economic Outlook Interim Report September 2025, lembaga internasional itu menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi RI menjadi 4,9 persen pada 2025 dan 2026. Angka tersebut lebih tinggi dibanding laporan Juni lalu, dengan kenaikan 0,2 poin persentase untuk 2025 dan 0,1 poin persentase untuk 2026.
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memilih berhati-hati. Ia menilai, kinerja ekonomi Indonesia tetap akan bergantung pada kondisi global.
“Ya kita lihat dulu ke depannya. Kalau global baik, Indonesia baik,” kata Airlangga saat ditemui usai acara Kagama Leaders Forum di RRI, Rabu (24/9).
Meski begitu, Airlangga menunjukkan optimisme jangka panjang. Dalam paparannya di Kagama Leaders Forum, ia menegaskan bahwa fundamental ekonomi Indonesia sudah terbukti kuat, terutama karena basis komoditas yang menopang dari masa ke masa. Ia mencontohkan sejarah panjang sejak era kolonial hingga sekarang.
“Saya yakin dengan AI, digitalisasi dan ekonomi yang semakin baik, Indonesia yang semakin baik, kenapa Indonesia semakin baik, karena ekonomi Indonesia selalu kuat berbasis komoditas. Pada saat Belanda menguasai Indonesia di abad 16 selama 3,5 abad, itu perusahaan pertama go public namanya VOC, dan Belanda menjadi super power,” ujar Airlangga.
Menurutnya, kekuatan komoditas sudah berulang kali mendorong pertumbuhan, mulai dari oil boom di tahun 1970-an hingga sawit dan hilirisasi di era 2000-an. Namun, ia menegaskan Indonesia perlu mencari mesin pertumbuhan baru.
“Indonesia kuat karena komoditas, di tahun 70-an karena oil boom, di tahun 2000-an kita kuat dengan sawit hilirisasi, tetapi next engine of growth itu harus sumber daya manusia dan digitalisasi. Baru kita bisa menyusul kemajuan yang ada di Jepang, yang ada di Korea, yang ada di Cina, itulah yang membuat kita nanti menjadi 5 besar ekonomi di 2045,” kata Airlangga.
Adapun, di level global, OECD juga mengerek proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 2,9 persen menjadi 3,2 persen.