Los Angeles (ANTARA) - Di Universitas California San Diego (University of California San Diego/UCSD), ratusan mahasiswa tahun pertama memulai studi mereka dengan mempelajari pecahan dan persamaan dasar yang biasanya diajarkan sebelum level sekolah menengah atas (SMA), alih-alih menghabiskan tiga bulan pertama mereka untuk mempelajari kalkulus.
Laporan yang dirilis pada 6 November lalu oleh Kelompok Kerja Senat-Administrasi (Senate-Administration Working Group/SAWG) UCSD tentang penerimaan mahasiswa menemukan penurunan signifikan dalam persiapan menulis dan matematika dari mahasiswa yang diterima selama lima tahun terakhir.
Menurut laporan tersebut, pada periode tahun 2020 hingga 2025, jumlah mahasiswa yang kemampuan matematikanya berada di bawah level sekolah menengah meningkat hampir 30 kali lipat, mencapai sekitar satu dari delapan anggota angkatan baru.
Jumlah mahasiswa baru yang mendaftar di mata kuliah matematika remedial meningkat dari 32 orang pada musim gugur 2020 menjadi 390 orang pada musim gugur 2022, lalu menjadi 921 orang pada musim gugur 2025, yang mewakili 11,8 persen dari total mahasiswa baru.
Para pengajar awalnya merancang program remedial pada 2016 untuk menangani aspek-aspek yang belum tersentuh dalam matematika level SMA. Namun, pada 2023, mereka menemukan banyak celah serius yang berasal dari matematika yang diajarkan di sekolah menengah dan sekolah dasar, menurut laporan tersebut.
UCSD menempati peringkat tinggi di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika (science, technology, engineering and mathematics/STEM), menduduki peringkat keempat di antara universitas negeri di Amerika Serikat (AS) dalam Peringkat Akademik Universitas Dunia 2025, peringkat ke-15 di antara semua universitas di AS, dan peringkat ke-20 secara global.
Situasi di UCSD itu, yang secara luas dilaporkan oleh media AS pada akhir pekan, mencerminkan tantangan nasional yang lebih luas.
Di seluruh AS, data ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi menunjukkan bahwa mahasiswa yang masuk perguruan tinggi setelah pandemi secara umum kurang siap dalam pelajaran matematika dan aktivitas membaca dibanding angkatan-angkatan sebelumnya.
Menurut hasil terbaru dari Asesmen Kemajuan Pendidikan Nasional (National Assessment of Educational Progress/NAEP), hanya sekitar 33 persen siswa kelas 12 SMA di AS yang dianggap siap untuk matematika level perguruan tinggi, turun dari 37 persen pada 2019. Sementara itu, 45 persen siswa memperoleh skor di bawah level dasar dalam matematika dan 32 persen berada di bawah level dasar dalam membaca.
Di kalangan siswa yang lebih muda, penilaian tren jangka panjang NAEP menemukan bahwa rata-rata skor matematika siswa berusia 13 tahun pada 2023 turun sembilan poin dibanding pada 2020, sementara skor membaca turun empat poin. Penurunan tersebut menghapus banyak kemajuan yang dicapai sejak tahun 1990-an. Penurunan paling tajam terjadi di kalangan siswa dari keluarga berpenghasilan rendah dan beberapa kelompok minoritas.
Konsekuensi dari memulai masa kuliah dengan kemampuan matematika yang jauh tertinggal sangatlah signifikan. SAWG mengutip data internal sebelumnya yang menunjukkan bahwa mahasiswa yang memulai dari Math 2, kelas remedial atau pembelajaran kembali setingkat SMP di universitas itu, mendapatkan nilai D atau F atau mundur dari kelas kalkulus selanjutnya dengan jumlah yang jauh lebih tinggi.
Dosen-dosen khawatir pola yang sama dapat terjadi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya yang sangat bergantung pada matematika. Surat kabar The Hill melaporkan bahwa di seluruh AS pada musim gugur tahun ini, jutaan mahasiswa memasuki kelas matematika dengan kekhawatiran tentang masa depan mereka, mungkin dengan alasan yang bagus.
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

6 days ago
7






































