Pemerintah tengah menyiapkan aturan baru yang akan mengubah struktur kepemilikan Bursa Efek Indonesia (BEI). Melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan UU PPSK, pemerintah berencana melakukan demutualisasi atau membuka kepemilikan BEI tidak hanya untuk anggota bursa (perusahaan sekuritas) tetapi juga pihak lain.
Ekonom Maybank, Myrdal Gunarto, menilai Indonesia perlu lebih dulu mencontoh negara dengan pasar modal yang lebih maju. Menurutnya, struktur bursa di negara besar dapat menjadi acuan untuk modernisasi BEI.
“Cari negara yang memang bursa efeknya sudah canggih, misalkan dari Amerika,” ujar Myrdal kepada kumparan, Sabtu (22/11).
Myrdal menjelaskan salah satu tujuan demutualisasi adalah membuat BEI lebih modern, terutama dari sisi manajemen dan teknologi.
“Supaya bursa efek kita bisa lebih canggih terutama sistem IT serta koordinasi dengan anggota bursa,” katanya.
Selama ini, menurut dia, kedekatan antara BEI dan anggota bursa membuat komunikasi berjalan cepat dan mudah. Meski begitu, Myrdal menyarankan agar pihak non-anggota bursa yang berpotensi menjadi pemilik BEI setelah demutualisasi berasal dari pemerintah atau lembaga perwakilan yang ditunjuk pemerintah.
“Kalau bukan dari pemerintah yang ikut memiliki agak ngeri juga. Ini kan bursa efek menyangkut database dan pengelolaan kepemilikan investor,” kata Myrdal.
Sementara itu, Guru Besar FEB UI, Budi Frensidy, menilai demutualisasi memang diperlukan untuk membawa BEI ke level yang lebih kompetitif.
“Urgensi demutualisasi BEI untuk modernisasi tata kelola, meningkatkan daya saing global, dan memperdalam likuiditas pasar,” ujarnya.
Menurut Budi, struktur baru memungkinkan tata kelola yang lebih profesional dan akuntabel karena pemiliknya tidak lagi terbatas pada anggota bursa. Ia mengatakan pemerintah membutuhkan ekosistem pasar modal yang lebih kuat, baik dari sisi suplai seperti free float maupun dari sisi permintaan investor institusi.
“Penguatan ekosistem penting agar likuiditas pasar makin dalam dan mengurangi potensi benturan kepentingan,” katanya.
Meski begitu, Budi memberi catatan bahwa demutualisasi juga berpotensi menimbulkan risiko baru, terutama terkait komersialisasi.
“Kekhawatirannya, yang menjadi pemilik BEI setelah demutualisasi adalah investor institusi keuangan, emiten, atau perusahaan infrastruktur dan teknologi,” ujarnya.
Pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah yang akan mengubah struktur kelembagaan BEI.
Rancangan ini merupakan mandat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Poin utama dari RPP ini yakni mengatur demutualisasi bursa yang memungkinkan BEI tidak lagi dimiliki hanya oleh anggota bursa (struktur mutual) tetapi juga dibuka oleh pihak selain anggota bursa.
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Masyita Crystallin, menyebut perubahan struktur ini bakal meningkatkan tata kelola dan daya saing BEI.
“Demutualisasi akan membuka kepemilikan BEI bagi pihak selain perusahaan efek dengan memisahkan keanggotaan dan kepemilikan. Ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi potensi benturan kepentingan, memperkuat tata kelola, meningkatkan profesionalisme, dan men...

1 day ago
11







































