Pengamat penerbangan, Alvin Lie, menjelaskan Indonesia memang memiliki mandatori dengan target kandungan 2 persen mulai tahun 2026. Namun, cara yang dilakukan Singapura tak cocok karena penumpang pesawat di Indonesia sangat sensitif terhadap harga.
“Harga SAF saat ini masih berkisar 300 sampai 400 persen dari avtur konvensional. Kewajiban penggunaan SAF akan berakibat naiknya harga tiket secara signifikan seperti di Singapura. Padahal penumpang kita sangat sensitif terhadap harga,” kata Alvin kepada kumparan, Minggu (16/11).
Selain itu, Alvin juga menyoroti mengenai Tarif Batas Atas (TBA) yang belum diubah oleh pemerintah sejak 2019. Jika nantinya Indonesia menerapkan cara seperti Singapura untuk mengejar target penggunaan SAF, ia mengkhawatirkan daya beli penumpang.
“Pemerintah tidak mau menaikan (TBA) walau biaya operasi airlines sudah naik signifikan. Pada tahun 2019 ketika TBA ditetapkan nilai tukar Rp12.500 per USD. Sekarang Rp 16.700. Saat itu harga avtur Rp 9.500. Bulan November 2025 Rp 13.111 per liter. Apakah daya beli konsumen kita akan mampu menerima kenaikan tersebut? (Jika Indonesia pakai cara Singapura),” ujarnya.
Maka dari itu, menurut Alvin cara seperti Singapura yang menambah pungutan untuk SAF baru bisa dilakukan jika pemerintah sudah berani mengubah TBA yang menurutnya sudah usang. Selain itu, edukasi kepada penumpang pesawat sebagai konsumen mengenai SAF juga perlu terus dilakukan.
“Pemerintah perlu edukasi konsumen tentang mengapa perlu beralih ke SAF dan apa konsekuensinya. Ketika konsumen kita sudah siap, baru jalankan kebijakan tersebut. Jika tidak, pasar penerbangan kita (terutama domestik) akan menyusut,” kata Alvin.
Adapun edukasi mengenai SAF menurutnya bisa dilakukan dengan kampanye tentang dampak perubahan iklim, gas rumah kaca serta komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060.
Sebelumnya, pungutan SAF di Singapura akan dikenakan untuk tiket yang dijual mulai 1 April untuk penerbangan yang berangkat dari Singapura mulai 1 Oktober. Selain penumpang, pajak tambahan tersebut juga akan dikenakan pada penerbangan kargo di mana pajak tambahan akan berdasarkan beban barang per kilogram. Meski demikian, penumpang yang hanya transit di Singapura tak akan dikenakan pajak tambahan tersebut.
Berdasarkan keterangan dari Civil Aviation Authority of Singapore (CAAS), penumpang kelas ekonomi dan ekonomi premium untuk penerbangan ke Asia Tenggara akan dikenakan pajak tambahan sebesar SGD 1, Asia Timur, Asia Selatan, Australia dan Papua Nugini sebesar SGD 2,80, Afrika, sebagian Asia, Eropa, Timur Tengah, Pasifik, dan Selandia Baru sebesar SGD 6,40 dan penerbangan ke Amerika akan dikenakan pajak tambahan sebesar SGD 10,4.
Sementara itu, penumpang kelas bisnis dan first class akan dikenakan pajak tambahan empat kali lipat dari angka tersebut. Nantinya, dana yang didapat dari pajak tambahan tersebut akan digunakan untuk membeli SAF. Hal ini karena Singapura menarget peningkatan adopsi SAF mencapai 3 sampai 5 persen pada tahun 2030.

1 week ago
18

,x_140,y_26/01kax7hxp9gssg76ng2npxjbe4.jpg)
,x_140,y_26/01kax76yr9hjr5fbw2c24n1n5g.jpg)
,x_140,y_26/01kax6rwg34neek8ya75cbpsz1.jpg)



































