Kalimat ”Matematika pelajaran menakutkan”, ”Matematika penuh dengan rumus”, ”Matematika hanya bisa dikuasai oleh anak jenius” tidak asing dan melekat pada sebagian besar orang. Padahal, penelitian terbaru dalam neuroscience justru menunjukkan sebaliknya.
Manusia memiliki kemampuan bawaan untuk memproses angka. Bahkan ketika bayi sudah dapat membedakan jumlah atau besaran, yang menunjukkan bahwa kapasitas memahami informasi numerik telah ada jauh sebelum mereka menerima pembelajaran formal. Begitu pula dalam kehidupan sehari-hari, otak kita terus memproses konsep Matematika tanpa kita sadari.
Mulai dari mengira-ngira jumlah barang belanjaan di keranjang, memperkirakan waktu tempuh, hingga menentukan arah ketika berjalan. Hal ini ini menegaskan bahwa setiap orang memiliki potensi matematis. Neuroscience memberikan kunci penting untuk memahami dan memperbaiki cara kita belajar Matematika.
Bagaimana Otak Mengolah Angka dan Mengapa Kita Takut Matematika?
Intraparietal Sulcus (IPS) di lobus parietal adalah bagian otak yang berperan penting dalam memproses besaran kuantitas (number sense), memahami hubungan antarangka, dan mendukung kemampuan berpikir logis. Menariknya, kemampuan dasar ini sudah muncul sejak bayi.
Mereka dapat membedakan mana kelompok benda yang jumlahnya lebih banyak. Kemampuan bawaan ini disebut core number system dan menjadi fondasi bagi seluruh pembelajaran Matematika selanjutnya.
Misalnya, saat kita mulai belajar angka, operasi hitung, atau simbol-simbol Matematika, otak menghubungkan konsep abstrak tersebut dengan pola yang sudah dikenali sebelumnya. Latihan yang berulang memperkuat hubungan jaringan saraf sehingga Matematika terasa semakin mudah dipahami.
Namun, meskipun otak memiliki kapasitas alami untuk memahami angka, banyak siswa tetap merasa takut pada Matematika. Neuroscience menunjukkan bahwa mathematics anxiety mengaktifkan amygdala, pusat pengatur rasa takut dan stres, sehingga menurunkan fokus dan kemampuan berpikir logis.
Rasa takut ini biasanya bukan karena kurangnya kemampuan, melainkan pengalaman belajar yang negatif, metode mengajar yang kaku, lingkungan yang membuat siswa takut salah, pengalaman gagal yang tidak diperbaiki dengan dukungan positif, dan stereotip bahwa Matematika hanya untuk “anak jenius.” Sebaliknya, jika tekanan emosional dikurangi, otak dapat kembali memproses Matematika secara optimal, dan kemampuan siswa meningkat secara signifikan.
Belajar Matematika Sesuai Cara Kerja Otak
Temuan neuroscience tidak hanya menjelaskan bagaimana otak mengolah angka, tetapi juga memberikan panduan untuk membuat pembelajaran Matematika menjadi lebih efektif. Salah satu prinsip utamanya adalah bahwa otak belajar dengan cara menghubungkan informasi baru dengan pengalaman konkret.
Karena itu, pendekatan pembelajaran yang langsung memberikan rumus atau prosedur tanpa belpemahaman konsep membuat sebagian siswa kesulitan membangun makna. Pembelajaran Matematika dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Dari Konkret ke Abstrak
Otak bekerja lebih baik ketika informasi disajikan mulai dari hal konkret menuju abstrak. Penggunaan benda nyata, gambar, garis bilangan, atau model visual membantu otak membangun representasi mental yang kuat. Setelah konsepnya dipahami, barulah rumus atau simbol diperkenalkan. Pendekatan ini terbukti lebih ramah otak dan meningkatkan pemahaman jangka panjang.

6 hours ago
1






































