Jerusalem/Istanbul (ANTARA) - Israel berupaya membentuk kondisi baru di Gaza sebelum pasukan stabilisasi internasional ditempatkan karena kemungkinan Tel Aviv tidak lagi dapat melakukan serangan harian seperti yang terjadi di Lebanon, sebut laporan harian Yedioth Ahronoth, Ahad.
Laporan Yedioth Ahronoth itu menyebut Israel “berlomba menciptakan kondisi di lapangan sebelum pasukan asing tiba karena respons terhadap pelanggaran akan lebih sensitif setelah pasukan internasional hadir.”
Surat kabar itu menambahkan bahwa Israel “lebih memilih menerapkan model Lebanon di Gaza, tetapi situasinya jauh lebih kompleks.”
Sejak gencatan senjata berlaku pada 10 Oktober, militer Israel telah menewaskan sedikitnya 342 warga Palestina dan melukai 875 lainnya di Gaza.
Yedioth Ahronoth lebih lanjut menyebut tekanan Washington sebagai tantangan lain, yang “ingin bergerak ke fase kedua dari kerangka gencatan senjata.”
“Israel menolak karena Hamas gagal mengembalikan jenazah tiga sandera yang tewas,” tulis laporan itu.
Sejak gencatan senjata berlaku, Hamas telah membebaskan 20 sandera Israel dalam kondisi hidup dan menyerahkan 27 dari 28 jenazah, sebagian besar warga Israel.
Namun, Israel mengklaim satu jenazah yang diterima tidak sesuai dengan daftar sandera mereka.
Baca juga: Israel tingkatkan serangan di Gaza, langgar gencatan senjata
Harian itu juga menyebut Israel “menerapkan kebijakan merespons tegas setiap pelanggaran di Gaza untuk menunjukkan bahwa Hamas tidak akan dibiarkan memulihkan kekuatannya.”
Fase kedua gencatan senjata mencakup langkah pelonggaran kondisi di Gaza, termasuk pembukaan kembali Perlintasan Rafah, penambahan bantuan kemanusiaan, mobilitas warga, serta penarikan pasukan Israel ke garis baru setelah terbentuk otoritas pengelola wilayah.
“Setelah pasukan stabilisasi internasional terbentuk—yang telah disetujui Dewan Keamanan PBB—tekanan untuk melaksanakan fase berikutnya diperkirakan meningkat. Pasukan asing, kemungkinan dari negara-negara Arab dan Muslim, diperkirakan tiba dalam beberapa pekan untuk pelatihan,” tulis harian itu.
Sejak Oktober 2023, perang genosida Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza telah menewaskan hampir 70.000 orang. Sebagian besar korban tewas itu adalah perempuan dan anak-anak.
Perang genosida penjajah rakyat Palestina itu juga melukai lebih dari 170.000 lainnya dalam penyerbuan yang menghancurkan sebagian besar Gaza.
Fase pertama gencatan senjata mencakup pembebasan sandera Israel sebagai imbalan bagi tahanan Palestina, serta rencana pembangunan kembali Gaza dan pembentukan mekanisme pemerintahan baru tanpa keterlibatan Hamas.
Baca juga: Gaza bergejolak: 300 warga tewas sejak gencatan senjata berlaku
Penerjemah: Primayanti
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

1 day ago
3







































