Sebelum sampai pada uraian tentang konsep hak menguasai oleh negara terhadap sumber agraria, berikut ini perlu diuraikan lebih dahulu tentang syarat berdirinya sebuah negara. Syarat berdirinya suatu negara terdiri dari syarat konstitutif (primer) dan syarat deklaratif (sekunder).
Syarat konstitutif meliputi adanya penduduk tetap, wilayah yang pasti, dan pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat deklaratif adalah pengakuan dari negara lain, yang meskipun bukan syarat mutlak, akan tetapi itu diperlukan untuk memperkuat posisi negara dalam dunia internasional.
Konsep negara merujuk pada gagasan tentang komunitas politik yang teratur. Memiliki wilayah teritorial, pemerintahan, kedaulatan, dan hukum. Konsep ini bisa dipahami dari berbagai sudut pandang, seperti negara kesatuan yang memiliki pemerintah pusat yang berkuasa, atau negara hukum di mana segala tindakan harus tunduk pada hukum. Indonesia menganut prinsip keduanya yakni konsep negara kesatuan yang yang berbentuk republik dan bersandar pada hukum. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan oleh berbagai Lembaga negara yang diatur dalam norma hukum dasar. Di Indonesia adalah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tujuan dibentuknya negara secara umum adalah untuk menciptakan ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Tujuan negara Indonesia secara khusus tercantum dalam UUD 1945 yakni: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Jika ditelusuri, kata demi kata, kalimat demi kalimat ketentuan di atas tampaklah bahwa, Negara memiliki kewenangan sebagai penyelenggara tata pemerintahan., yang sesungguhnya berfungsi sebagai pelayan rakyat. Terkait dengan urusan pemerintahan dalam bidang pertanahan negara memiliki kewenangan untuk mengatur peruntukan dan penggunaan sumber daya tanah yang dalam makna yang luas meliputi bumi, air dan ruang angkasa termasuk tanah di atas permukaan air dan tanah di bawah air serta kekayaan yang terkandung di dalam tanah. Itulah yang kemudian disebut sebagai sumber daya agraria.
Negara memiliki kewenangan untuk mengatur hubungan dan perbuatan hukum antara warga negara (subjek) dengan sumber daya agraria. Dengan kata lain, negara "pemegang stempel" mengesahkan dari hak-hak yang lahir atas hubungan hukum dan perbuatan hukum antara subjek dengan objek. Negara dalam konteks ini hanya memberikan hak, mengesahkan hak yang ada, bukan membuat hak. Lagi-lagi berfungsi sebagai pelayan rakyat sekaligus sebagai pejabat publik. Apa beda mengesahkan hak dengan membuat hak?
Mengesahkan hak itu bermakna bahwa negara memberi pengakuan terhadap keabsahan dari hak-hak yang telah ada sebelumnya yang melekat pada rakyat. Bahkan mengakui keabsahan hak-hak yang ada sebelum Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disingkat dengan UUPA No.5 tahun 1960) diterbitkan. Khusus untuk hak-hak yang timbul sebelum diberlakukannya UUPA No. 5 Tahun 1960, pengesahan haknya diatur dalam Aturan Konversi yang dimuat dalam Bagian KEDUA UUPA No.5 Tahun 1960 yang terdiri dari 9 pasal.
Bedanya mengesahkan hak dengan membuat hak, terletak pada perbuatan hukum yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk itu, yakni perbuatan administratif yang dilakukan oleh pejabat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sebagai lembaga negara yang menerima pelimpahan wewenang, menurut ketentuan Pasal 2 UUPA No. 5 Tahun 1960.
Selanjutnya untuk membuat hak hanya dapat dilakukan oleh owner, sebagai eigenaar, sebagai pemilik. Sedangkan mengesahkan hak itu adalah kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada negara, setelah syarat-syarat penerbitan pengesahan hak itu terpenuhi.
Seorang warga negara yang ingin mendapatkan hak miliki atas tanah, ia harus melengkapi semua dokumen terkait perolehan hak atas tanah itu. Misalnya melalui pewarisan, hibah, wasiat, jual beli atau pendakuan yakni menempati tanah itu berdasarkan garapan yang kemudian oleh pemerintah setempat (pemerintah terendah seperti Pemerintah Desa atau Kelurahan) menerbitkan surat penguasaan fisik atas tanah tersebut dan bebas silang sengketa dengan pihak lain.
Bagaimana jika lahan tanah itu tidak dilekatkan hak oleh subjek hukum lainnya? Jika tanah itu tidak dilekatkan hak oleh subjek hukum lainnya, maka objek tanah itu berada di bawah kekuasaan negara, tapi bukan milik negara. Pemiliknya tetap warga negara Indonesia yang kewenangannya dilimpahkan kepada negara.
Di sinilah fungsi negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi dari rakyat untuk mengatur penggunaan dan pendistribusiannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UUPA No.5 Tahun 1960. Dapatkah negara menerbitkan hak kepada subyek hukum asing? Jawabnya tak dapat. Untuk pihak Asing negara hanya dapat memberikan hak pakai untuk jangka tertentu, hak atas satuan rumah susun dan rumah tinggal dan hak sewa bangunan yang biaya penyewaannya dibayarkan kepada pemilik tanah, bukan kepada negara.

1 week ago
19

,x_140,y_26/01kax7hxp9gssg76ng2npxjbe4.jpg)
,x_140,y_26/01kax76yr9hjr5fbw2c24n1n5g.jpg)
,x_140,y_26/01kax6rwg34neek8ya75cbpsz1.jpg)



































