Jakarta (ANTARA) - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, yang berlangsung dari 22-23 November di Johannesburg, Afrika Selatan, dengan tema “Solidaritas, Kesetaraan, Keberlanjutan” memberi Indonesia kesempatan baik untuk menimbang ihwal sejauh mana narasi besar KTT itu bersinggungan dengan peta jalan ekonomi Indonesia menuju 2045.
Tiga kata itu -- solidaritas, kesetaraan, keberlanjutan -- tentu saja bukan slogan tanpa makna. Di Afrika Selatan, ketiga kata yang dijadikan tema KTT itu lahir dari pengalaman panjang berupa ketimpangan ekonomi yang lebar, transisi energi yang tak mudah, dan ambisi menjadi simpul penting ekonomi global.
Nah, ketika kita menengok ke Tanah Air, tiga kata itu sejatinya juga sedang menjadi PR besar kita.
Solidaritas, misalnya, bukan hanya urusan negara kaya membantu negara berkembang. Buat Indonesia, solidaritas berarti kemampuan menjaga jaring pengaman ekonomi sendiri. Misalnya, memastikan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tak tumbang oleh gejolak dunia, menjaga harga pangan tetap stabil, dan memastikan transformasi digital tak membuat sebagian rakyat tertinggal.
Hal tersebut sejalan dengan visi Indonesia 2045, yaitu ekonomi besar tak berarti apa-apa jika yang menikmati hanya segelintir.
Kesetaraan juga punya gaung yang sama. Afrika Selatan bicara soal akses teknologi, perdagangan adil, dan keuntungan mineral yang tidak hanya lari ke luar negeri. Indonesia juga sedang berada di jalan yang mirip, yakni hilirisasi, industrialisasi, dan dorongan agar nilai tambah tinggal di dalam negeri.
Kesetaraan dalam pertumbuhan adalah kunci kalau kita ingin keluar dari jebakan kelas menengah.
Lalu, bagaimana dengan keberlanjutan? Ini mungkin yang sangat menantang untuk bisa segera mulai diwujudkan.
Indonesia 2045 membayangkan ekonomi hijau, energi bersih, dan emisi rendah. Tapi, kenyataannya, transisi energi kita masih berjalan pelan, harga energi bersih masih tinggi, dan struktur industri masih memberat pada bahan bakar fosil. Di sinilah memang tantangannya. Indonesia perlu mengambil langkah berani yang konsisten, meski konsekuensinya tidak selalu populer.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

21 hours ago
1







































