Lampung Geh, Bandar Lampung – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam berbagai organisasi dan kolektif kampus di Provinsi Lampung menggelar aksi unjuk rasa menolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.
Aksi tersebut berlangsung di depan Gedung DPRD Provinsi Lampung, Kamis (13/11) sore, dan berlanjut hingga malam hari.
Berdasarkan pantauan Lampung Geh, massa tiba di lokasi sekitar 16.00 dan masih berlangsung hingga pukul 20.00 WIB.
Mereka masih bertahan di halaman kantor DPRD Lampung sambil berdiskusi dan menyuarakan aspirasi dengan pengamanan ketat dari aparat kepolisian.
Salah satu peserta aksi, Jeje menyampaikan, gerakan ini diikuti mahasiswa dari berbagai kampus di Bandar Lampung serta sejumlah organisasi dan lembaga mahasiswa di wilayah Lampung.
“Kami datang dari kolektif mahasiswa Lampung, dari berbagai kampus dan organisasi. Kami menolak gelar pahlawan bagi Soeharto karena selama 32 tahun berkuasa banyak sekali luka dan trauma yang dialami masyarakat Indonesia, bahkan hingga hari ini,” ujar Jeje.
Ia menilai, penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional pada 10 November 2025 lalu oleh Presiden Prabowo Subianto merupakan keputusan yang tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
“Soeharto dikenal sebagai tokoh yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dan penindasan selama rezimnya berkuasa. Tapi justru dijadikan pahlawan nasional. Kami berangkat dari kemarahan dan luka itu,” katanya.
Dalam orasinya, para mahasiswa membawa sejumlah spanduk bertuliskan penolakan terhadap gelar tersebut serta menyerukan agar pemerintah mencabut keputusan yang menetapkan Soeharto sebagai pahlawan nasional.
“Kami akan terus melakukan aksi dengan gelombang yang lebih besar di hari-hari mendatang. Kami juga menyerukan kepada masyarakat, khususnya di Provinsi Lampung, untuk ikut bergabung menyuarakan penolakan ini,” lanjut Jeje.
Aksi ini merupakan respons terhadap keputusan pemerintah yang menetapkan Soeharto sebagai salah satu penerima gelar Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025.
Penganugerahan tersebut menimbulkan polemik di berbagai daerah, termasuk di Lampung, karena dinilai bertentangan dengan sejarah pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada masa kepemimpinan Soeharto. (Cha/Lua)

1 week ago
6






































