Jakarta (ANTARA) - Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) menilai kebijakan pengalihan dana ke perbankan yang dikombinasikan stimulus fiskal merupakan upaya tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Program and Policy Director Prasasti Piter Abdullah menjelaskan, pengalihan dana ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) akan mendorong pertumbuhan kredit, sehingga meningkatkan investasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
"Upaya ini harus diapresiasi dan didukung. Agar berhasil, perlu ada kebijakan yang searah dari otoritas moneter serta deregulasi di sektor riil,” ujar Piter dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Di sisi lain, ia mengungkapkan masih banyak dana kredit yang sudah disediakan oleh perbankan namun tidak digunakan oleh dunia usaha, yang mengindikasikan lemahnya permintaan kredit.
"Lemahnya permintaan ini dipicu oleh aktivitas ekonomi pasca COVID-19 yang belum sepenuhnya pulih, ketidakpastian global akibat perang Ukraina, konflik Israel dan Palestina, serta perang dagang yang dipicu kebijakan Amerika Serikat (AS),” ujar Piter.
Ia melanjutkan, fokus kebijakan harus diarahkan terhadap pemulihan kepercayaan usaha dan peningkatan daya beli rumah tangga.
Meski Bank Indonesia (BI) sudah memangkas suku bunga lima kali sepanjang tahun ini, menurutnya lagi, pelaku pasar masih berhati-hati untuk berekspansi dan rumah tangga enggan menambah utang.
"Hal ini menegaskan bahwa ketersediaan likuiditas dan penurunan suku bunga tidak serta-merta mampu mendorong penyerapan kredit," ujar Piter.
Dengan demikian, menurutnya, kebijakan penempatan dana pemerintah di perbankan harus dipadukan dengan langkah fiskal yang lebih langsung agar tercipta permintaan yang nyata.
“Dibutuhkan penguatan daya beli rumah tangga dan kepercayaan dunia bisnis. Pendekatan yang lebih strategis adalah mengombinasikan keringanan likuiditas dengan langkah fiskal langsung yang meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja, dan merangsang minat investasi,” ujar Piter.
Research Director Prasasti Gundy Cahyadi mengatakan paket kebijakan ekonomi “8+4+5” senilai Rp16,2 triliun akan menjadi salah satu instrumen utama pemerintah untuk mendorong pertumbuhan.
Dengan target penciptaan tiga juta lapangan kerja hingga akhir 2025, paket ini mengkombinasikan stimulus jangka pendek, seperti bantuan beras, insentif pajak, dan program padat karya, dengan inisiatif jangka panjang di sektor koperasi, perkebunan, perikanan, dan akuakultur.
"Pendekatan ini tidak hanya menyasar konsumsi rumah tangga, tetapi juga memperkuat fondasi produktivitas ekonomi nasional," ujar Gundy.
Ia melanjutkan, fokus paket ini pada konsumsi sekaligus produktivitas patut diapresiasi.
"Langkah cepat seperti bantuan beras dan insentif pajak memberi dorongan daya beli, sementara program jangka panjang di sektor riil bisa memperkuat penciptaan lapangan kerja berkelanjutan," ujar Gundy.
Menurutnya, tantangan terdapat pada implementasi, yang mana tanpa pengawasan ketat dan koordinasi yang solid, dampaknya bisa terfragmentasi.
"Tetapi bila dijalankan konsisten, paket ini berpotensi menjadi katalis nyata pertumbuhan,” ujar Gundy.
Pihaknya menekankan pentingnya fiskal yang bersifat counter-cyclical, yang mana negara harus hadir lebih kuat di tengah lemahnya private sector demand.
"Komitmen Menteri Purbaya membentuk satuan tugas khusus untuk mempercepat belanja adalah langkah tepat. Kini yang terpenting adalah memastikan realisasi berjalan seiring dengan janji,” ujar Gundy.
Pengalihan dana dari Bank Indonesia (BI) ke Himbara setara 4,5 persen dari total simpanan perbankan nasional, yang didistribusikan ke BRI, Bank Mandiri, dan BNI masing-masing sebesar Rp55 triliun, dan BTN Rp25 triliun, serta BSI Rp10 triliun.
Biaya penempatan ditetapkan sebesar 4 persen, atau lebih rendah dari 5-7 persen pada deposito khusus sebelumnya, sehingga menurunkan biaya pendanaan (funding cost) dan memperkuat kapasitas intermediasi perbankan.
Hingga Agustus 2025, pertumbuhan kredit perbankan tercatat baru mencapai 7,56 persen year on year (yoy) dengan rasio Non Performing Loan (NPL) terjaga di bawah 3 persen.
Likuiditas perbankan relatif masih memadai (ample), tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 120,25 persen dan terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,25 persen, atau jauh di atas threshold 10 persen.
Sayangnya, indikator lain justru menggarisbawahi lemahnya permintaan kredit, tercatat undisbursed loan perbankan mencapai Rp2.372 triliun atau 22,71 persen dari plafon kredit.
Baca juga: DPR: Penyaluran Rp200 triliun ke bank harus sasar UMKM
Baca juga: LPS: Dana Rp200 triliun ke Himbara bisa pengaruhi bunga penjaminan
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.