Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) telah menguasai kembali 3,4 juta hektare lahan sawit ilegal. Jutaan hektare lahan sawit itu dinilai ilegal lantaran berada di dalam kawasan hutan.
Hal itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (23/9).
"Jumlah penguasaan area hutan yang digunakan perkebunan sawit secara ilegal seluas 3.404.017,54 [3,4 juta] hektare dan terus akan dilakukan kegiatan penguasaan kembali menuju 4 juta hektare," kata Anang kepada wartawan.
Dari jumlah tersebut, Satgas PKH telah menyerahkan lahan seluas 1,5 juta hektare kepada PT Agrinas Palma Nusantara, lahan seluas 81.793 hektare kepada Kementerian Lingkungan Hidup, dan sisanya seluas 1,8 juta hektare tengah dalam tahap verifikasi dan pemenuhan kelengkapan administrasi.
Anang menyebut, secara khusus lahan seluas 1,5 juta hektare yang diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara diperoleh nilai indikasi sebesar Rp 150 triliun. Angka tersebut yakni berdasarkan perhitungan penilaian oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Tak hanya itu, lanjut dia, kegiatan penguasaan kembali kawasan hutan yang digunakan sebagai perkebunan sawit ilegal tersebut turut mendorong timbulnya kesadaran ketaatan pembayaran pajak.
"Sehingga menambah penerimaan negara berupa pajak dan Non-PPP sebesar Rp1.213.320.245.263 (Rp 1,21 triliun)," ucap Anang.
Dalam kesempatan itu, Anang mengungkapkan, bahwa Satgas PKH juga telah melakukan verifikasi terhadap 21 objek atau perusahaan yang melakukan penambangan dalam kawasan hutan secara ilegal.
"Ditemukan adanya bukaan tambang dalam kawasan hutan seluas 2.274,2938 hektare," papar dia.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Anang menekankan bahwa Satgas PKH akan segera melakukan penagihan untuk pembayaran denda administrasi.
Langkah itu dilakukan untuk memastikan bahwa para pelaku pelanggaran penggunaan kawasan hutan dapat ditindak sesuai hukum, sebagaimana yang tertuang dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021.
"Baik terhadap perusahaan atau kelompok tertentu yang telah melakukan kegiatan usaha perkebunan sawit maupun usaha pertambangan dalam kawasan hutan secara ilegal," ucap Anang.
Lebih lanjut, Anang pun memaparkan formula penghitungan denda administratif yang telah dibahas oleh Satgas PKH. Berikut rinciannya:
Luas Pelanggaran Kawasan Hutan (Ha) x Jangka Waktu Pelanggaran dikurangi estimasi usia tidak produktif selama 5 tahun x Tarif Denda Rp 25 juta (25 juta/hektare/tahun).
Adapun untuk komposisinya yang saat ini telah diwacanakan antara lain:
a. simulasi tarif tunggal batu bara sebesar Rp353.998.441 untuk setiap hektare per tahun;
b. simulasi tarif tunggal nikel sebesar Rp6.507.006.574 untuk setiap hektare per tahun;